Rambut Putih
Oleh: Dahlan Iskan
Saat Putin mengatakan itu para komandan yang hadir, katanya, menganggukkan kepala. Prigozhin tidak menengok ke belakang. Ia tidak tahu bahwa para komandan yang selama ini di bawahnya menganggukkan kepala atas penggantiannya.
Mereka memang sudah tahu siapa yang disebut "si Rambut Putih". Ia adalah juga tokoh Wagner, bahkan salah satu pendirinya. Si Rambut Putih segenerasi dengan Prigozhin dan Putin. Mereka bertiga juga berasal dari satu daerah. Sama-sama lahir di Leningrad –sekarang St Petersberg.
Itulah kota terpenting di Rusia setelah Moskow. Letaknya jauh di barat. Dekat perbatasan dengan Finlandia. Sekitar 8 jam naik mobil dari Moskow. Entah seperti apa Leningrad sekarang –saya ke sana 35 tahun lalu.
Waktu itu saya masih wartawan Jawa Pos. Ke Leningrad dalam rombongan Presiden Soeharto. Tidak bisa ke mana-mana. Terikat aturan kepresidenan.
Saya hanya bisa curi waktu menjelang magrib. Ke sebuah taman besar di pusat kota Leningrad. Taman itu penuh dengan orang main catur.
Hampir semua pengunjung terlihat membawa kotak catur. Mereka mondar-mandir mencari lawan. Beberapa orang menawari saya bertanding dengannya. Pakai bahasa Rusia. Saya menolak pakai bahasa Jawa kromo. Sama-sama mengerti. Saya tidak jelaskan bahwa mereka bisa kalah melawan juara se-kecamatan Bendo, Magetan.
Yang menarik dari penjelasan Putin di depan 25 komandan Wagner itu adalah: Putin sangat menghargai tentara swakarsa. Mereka, katanya, berperang dengan kemuliaan, kebanggaan dan kehormatan. Bukan karena status dan bayaran.
Mereka adalah pahlawan-pahlawan Rusia yang siap membela negara sampai titik darah penghabisan. Rusia harga mati. Bukan karena status, pangkat, gaji dan fasilitas.