Rapat Gelap
Oleh: Dahlan Iskan
Bagi Amerika, Taiwan amat rumit. Tidak semudah melepas tangan seperti di Ukraina.
Bagi Tiongkok, Taiwan juga rumit. Buntut serangan pada Taiwan sangat panjang.
Akan ada serangan atau tidaknya ke Taiwan harus menunggu momentum. Pemantik momentum itu hanya satu: kapan Taiwan berani mengumumkan proklamasi sebagai negara merdeka.
Hanya itu.
Begitu proklamasi itu dinyatakan, Tiongkok tidak punya pilihan lain: menggempurnya. Itu amanat UUD Tiongkok: untuk menyatukan seluruh wilayah negara –termasuk Taiwan.
Sepanjang proklamasi itu tidak dilakukan, rasanya Tiongkok masih sabar menanti. Persoalannya: penyatuan itu telah menjadi sumpah Xi Jinping –harus terjadi dalam masa kepemimpinannya.
Untunglah konstitusi yang membatasi masa jabatan presiden maksimal dua periode sudah dicabut. Berarti Xi Jinping masih punya waktu lebih lama.
Di tengah kegemparan perang Ukraina ini, Tiongkok justru lebih menyuarakan isu dalam negeri: bagaimana ekonomi bisa bertahan di tengah gelombang keempat Covid dunia. Pertumbuhan ekonominya yang 6 persen tahun lalu bisa turun tinggal 5,5 persen tahun ini.