Raperda KTR Diskriminatif, Bakal Mematikan Usaha Kecil

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati, mengingatkan, instrumen untuk rokok juga saat ini sudah begitu banyak alias over regulated sehingga tidak perlu ditambah-tambah lagi.
"UU sendiri tidak ada kata melarang rokok," tegasnya. DPRD DKI Jakarta dan Pemerintah Provinsi juga seharusnya lebih memperhatikan aspek polusi dari kendaraan bermotor yang masih bermasalah di Jakarta tidak terlalu jauh mengatur ketat soal industri tembakau dalam hal ini konsumsi rokok.
"Anda bayangkan, ketika di luar area publik, asap knalpot Metromini danKopaja yang sudah tua juga banyak dihirup warga Jakarta dan juga lebih berbahaya karena timbal besi. Belum lagi knalpot motor-motor yang dimodifikasi, itu juga harus disosialisakan dampak bahayanya," sindir Enny.
Ia heran, minuman keras yang notabene lebih berbahaya dari tembakau, justru selama ini tidak pernah ada protes berlebihan dari aktivis kesehatan, sebagaimana terjadi pada industri tembakau. Padahal, miras lebih berbahaya.
"Ini tidak banyak protes sebagaimana terhadap tembakau," kritik Enny. (jpnn)
JAKARTA - Rancangan peraturan daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang disusun DPRD DKI dijadwal disahkan, Senin (21/3) menuai penolakan.
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Hari Ini Pemprov DKI Gratiskan Tarif Transjakarta Khusus Untuk Perempuan
- Iwan Sunito Siap Dukung Program 3 Juta Rumah Lewat Kolaborasi Swasta
- Rencana Impor Diklaim Tak Bakal Ganggu Swasembada Pangan Nasional
- Dirut Bank DKI Jamin Dana Nasabah Aman dan Non-tunai KJP Plus Tetap Lancar
- Harga Emas Antam Hari Ini 20 April 2025, UBS dan Galeri24 Sama Saja
- Transaksi Tabungan Emas Pegadaian Diproyeksikan Naik 10 Kali Lipat pada Akhir April