'Ratna Sarumpaet Layak Dipenjarakan, Tapi Tidak Semua Penyebar Hoax'
"Sehingga, kami percaya pendekatan multi dimensi itu yang paling pas di lokal Indonesia yaitu kombinasi antara edukasi literasi dan membangun kerukunan serta rasa percaya lagi diantara masyarakat.
Photo: Kabar bohong atau hoax banyak beredar di tahun politik 2019. (Istimewa)
Pandangan ini didukung oleh temuan survey terbaru oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang menyimpulkan telah terjadi tren penurunan perbaikan demokrasi di tanah air, khususnya pasca kerusuhan 21-22 Mei 2019.
Dua indikatornya adalah munculnya ketakutan masyarakat terhadap penangkapan semena-mena oleh penegak hukum dan munculnya rasa takut masyarakat (43%) untuk berbicara politik.
Sementara itu sejumlah warga yang ditemui ABC memandang vonis yang dijatuhkan hakim sudah sangat sepadan dengan tindakan Ratna Sarumpaet menyebarkan hoax.
"Hoax yang dia buat itu kalau menurut saya udah tingkat dewa. Karena dia seperti orang tidak sadar dirinya siapa, masak cuma karena malu ngaku sama anak abis operasi, jadi ngarang cerita drama kayak gitu. Apalagi dikaitkan dengan situasi politik waktu itu ya, Jadi memang perlu dikasih pelajaran yang keras,"kata Lusi seorang ibu rumah tangga di Depok.
"Indonesia kan warganya suka ikut-ikutan, kalau dia {Ratna] gak dihukum, mereka ikut ngelakuin juga. Jadi vonisnya bisa jadi pelajaran jangan ikut sebarin hoax," kata Arifin di Pasar Minggu.
Ratna masih pikir-pikir
Photo: Calon Presiden Prabowo Subianto langsung menggelar jumpa pers menyikapi kabar hoax pemukulan terhadap Ratna Sarumpaet dikediamannya pada Oktober 2018. (Kompas)
- Dunia Hari Ini: Kelompok Sunni dan Syiah di Pakistan Sepakat Gencatan Senjata
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan