Ratusan Guru Honorer Surabaya Minta Kejelasan Nasib

Ratusan Guru Honorer Surabaya Minta Kejelasan Nasib
Ilustrasi. Foto: dok.JPNN

Namun, paling tidak, gaji yang diterima sesuai dengan upah minimum kota (UMK) tempat guru mengajar.

Kedua, forum GTT mendesak penerapan UU Nomor 23 Tahun 2014 lebih fleksibel. Dengan begitu, peraturan tersebut bisa disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

Eko berharap kekhawatiran GTT segera mendapat respons dari pemerintah, baik pemkot maupun pemprov.

Sebab, saat ini jumlah GTT Surabaya yang mengajar di SMA/SMK cukup banyak.

 Eko menegaskan, jika tuntutan GTT itu tidak dipenuhi pemerintah, guru sudah siap melakukan protes lebih keras.

Salah satunya, meminta pemindahan secara masal di jenjang SD dan SMP. "Ini opsi terburuk," tuturnya.

Achmad Diran, salah seorang GTT yang juga datang ke dispendik, mengungkapkan hal serupa.

Dia khawatir nasib menjadi pegawai provinsi nanti semakin menyulitkan kondisi ekonomi keluarga.

 Guru SMAN 9 itu mengatakan tidak menolak terkait dengan pelimpahan kewenangan tersebut. Dia hanya ingin menuntut kejelasan.

 "Pelimpahan ini harus jelas. Posisi kami, gaji kami, hingga perlindungan terhadap guru. Ini penting sebelum peraturan tersebut berlaku penuh pada Januari nanti," jelas guru pendidikan agama Islam (PAI) itu.

Secara terpisah, Ketua Bidang Ketenagaan Dispendik Yusuf Masruh saat ditemui Jawa Pos enggan berkomentar banyak.

 "Jangan tanya saya, tanya kepada Pak Kepala Dinas saja (Ikhsan, Red)," ujarnya.

Pertemuan yang berakhir pada pukul 18.30 itu belum mendapat tanggapan apa pun dari Kepala Dispendik Ikhsan. Jawa Pos berupaya mengirimkan pesan pendek (SMS) dan menghubungi handphone-nya. Namun, Ikhsan tidak memberikan balasan. (elo/c7/git/flo/jpnn)


SURABAYA - Ratusan guru honorer atau guru tidak tetap (GTT) SMA/SMK mempertanyakan kejelasan nasib setelah diberlakukannya UU Nomor 23 Tahun 2014


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News