Red-Notes Guntur
Oleh: Dahlan Iskan
Bung Karno yang tak tahan melihat air mata wanita, akhirnya memberikan grasi dan pengampunan kepada Pope. Namun, Bung Karno memberi syarat. Pope harus menghilang dari muka umum di AS tanpa publikasi sama sekali.
"Selain itu, Bung Karno meminta pemerintah AS mengganti kebebasan Pope dengan membangun sebuah jalan bebas hambatan di Jakarta. Jalan itu dikenal sebagai Jakarta Bypass yang pada 1960-an merupakan jalan paling mulus di Indonesia. Kini, jalan itu dikenal dengan nama Jalan Gatot Subroto."
Beruntung Guntur mau menuliskan semua itu. Termasuk tidak menutup-nutupi sikap BK yang mudah terharu.
Di tulisan itu Guntur masih mengungkap operasi intelijen yang lebih seru lagi.
"... yang paling spektakuler adalah saat menyelinapnya seorang agen wanita CIA yang mengaku mahasiswi AS yang tengah tugas belajar dan mempelajari budaya Indonesia. Ia berhasil masuk ke lingkungan keluarga Bung Karno di Istana Merdeka. Seperti yang saya ceritakan dalam buku Bung Karno, Bapakku, Kawanku, Guruku (1977), mahasiswi itu berwajah cantik, dada montok, pinggul ranum, paha dan betis serta kulitnya kuning tanpa berbintik-bintik."
Cewek bule yang kecantikannya seolah milik "Ken Dedes" —bisa disebut sempurna (perfect)—nyaris mengubrak-abrik NKRI dari dalam Istana dan keluarga Bung Karno.
Guntur begitu terperinci menuliskan sosok wanita muda itu. Ia pun berusaha mengingat-ingat siapa namanya. Sampai ia menulis naskah itu ia belum berhasil mengingatnya kembali.
Intel wanita itu berkebaya Jawa, berhasil ikut latihan menari dengan adik Guntur: Megawati, Rachmawati, dan Sukmawati.
Begitu dekat hubungan itu sampai Bung Karno mengusulkan agar dia tinggal di Istana Merdeka. "Bung Karno juga menyebut wanita itu sebagai 'saudara angkat' adik-adik saya."