Redistribusi Aset & Semangat Demokrasi Ekonomi
Oleh Irman Gusman*
jpnn.com - Mencuatnya kasus pagar laut di perairan Tangerang, Banten, tidak hanya memunculkan reaksi di kalangan warga setempat. Ternyata kasus itu juga mengungkit persoalan serupa yang terjadi di wilayah lain.
Ibarat fenomena gunung es di tengah samudra, monopoli pemafaatan ruang sebetulnya telah lama terpendam dan dibiarkan. Kasus tersebut telah menghadirkan momentum untuk melakukan koreksi total terhadap penguasaan ruang darat dan laut di berbagai daerah oleh segelintir orang yang melanggengkan oligarki politik-ekonomi, termasuk monopoli lahan yang menggerus kawasan pertanian.
Sawah dan ladang yang dahulu menguning di banyak daerah, kini berubah fungsi. Petani makin tergeser, bahkan merosot menjadi buruh tani, sementara setiap keluarganya hanya memiliki tanah 0,5 hektare.
Menurut berbagai sumber, satu persen penduduk di lapisan teratas menguasai 75 persen lahan di negeri ini, sedangkan sisanya atau 25 persen diperebutkan oleh 99 persen penduduk. Ketimpangan yang sangat mencolok itu adalah potret pengabaian demokrasi ekonomi.
Konstitusi mengamanatkan pemanfaatan bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Pasal 33 UUD 1945, seharusnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta koperasi diprioritaskan sebagai sokoguru yang kuat bagi perekonomian nasional, sebuah cita-cita luhur para founding fathers yang disadari atau tidak sedang dikhianati.
Paradigma trickle-down effect perlu pun dibalik untuk menumbuhkan perekonomian dari bawah agar target pertumbuhan 8 persen yang direncanakan Presiden Prabowo bisa dicapai secara berkualitas. Target tersebut baru bisa berdampak jika menghadirkan economic justice untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat, mengatasi pengangguran, memberantas kemiskinan, dan menghapus disparitas sosial.
Perlu pula ada strategi baru untuk menutup kondisi hollow middle dengan melahirkan sebanyak mungkin pelaku ekonomi kelas menengah yang dapat memperkuat perekonomian dalam negeri. Di era Presiden Prabowo, kita perlu mulai beralih menjadi entrepreneurial society untuk menghadirkan qualitative growth yang menghapus jurang pemisah antara angka-angka statistik yang menghibur dengan realitas kehidupan masyarakat yang menyedihkan.
“It may take a revolution to gain political freedom, but it only needs entrepreneurship to gain economic freedom,” kata Raymond Wen-Yuan Kao, professor emeritus di Ryerson University.
Dengan prinsip itu maka entrepreneurship dapat menjadi mesin penggerak perubahan menuju kemandirian dan demokrasi ekonomi, termasuk menggerakkan masyarakat di 75.753 desa di Tanah Air untuk menghasilkan nilai tambah demi meningkatkan kesejahteraan.
C.K. Prahalad dalam bukunya yang berjudul The Fortune at the Bottom of the Pyramid: Eradicating Poverty Through Profits menyatakan bahwa korporasi besar pun bisa menimba manfaat dari pemberdayaan kaum miskin sebagai "pasar laten yang selama ini terlupakan" tetapi mampu menyerap banyak produk dan jasa dari korporasi besar.
Jika entrepreneurial spirit dikembangkan, kelas menengah diperluas, koperasi diutamakan, dan UMKM diberdayakan, struktur perekonomian akan berubah signifikan.
- Pemalsuan SHGB-SHM di Desa Kohod Tangerang Telah Terjadi Sejak Tahun 2021
- DKP Banten Menyokong Data Pagar Laut yang Diusut Bareskrim
- Suku Bajo dan Banyak Lagi Bukti Legalitas Sertifikat Lahan di Atas Laut
- Massa ARM Minta Polri Usut Pagar Laut yang Dipasang pada Era Jokowi
- Nana Sudjana Tanggapi Pengesahan Raperda Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Kecil
- Pembongkaran Pagar Laut Tangerang Hampir Selesai, Kok, Belum Ada Tersangka?