Refleksi Akhir Tahun 2024 Tentang Penegakan Hukum di Indonesia

Oleh: Agus Widjajanto - Praktisi hukum di Jakarta sekaligus Pemerhati masalah Sosial Budaya dan Sejarah Bangsanya

Refleksi Akhir Tahun 2024 Tentang Penegakan Hukum di Indonesia
Praktisi hukum Senior Agus Widjajanto. Foto: Dokumentasi pribadi

Contoh paling aktual dalam peradilan pada alhir tahun, ditolaknya PK ( Peninjauan kembali ) dari para terpidana kasus Vina Cirebon, dan DPO kasus Harun Masiku yang sudah hampir dua tahun belum tertangkap dimana pada penghujung tahun ditetapkannya Sekjen PDIP sebagai tersangka yang dianggap membantu dan menghalangi proses penyidikan.

Selain itu, dicekalnya mantan Menkum HAM dari PDIP keluar negeri, ditambah lagi kasasi kepailitan PT Sritek yang melibatkan ribuan pekerja dan menyangkut keberadaan bangsa sebagai perusahaan yang memasok pakaian militer bukan hanya bagi Indonesia dalam hal ini TNI, akan tetapi juga diekspor untuk seragam militer negara negara lain di kawasan dan di dunia.

Kemudian puluhan kasus yang tidak terekpos media yang kental akan hajat hidup masyarakat banyak, yang secara hukum bisa diberikan putusan yang sesuai atas asas kemanfaatan, kepastian hukum namun di MA justru ditolak.

Hal ini menunjukkan bahwa hukum masih jauh dari rasa keadilan yang didambakan masyarakat serta dijatuhkannya vonis 6,5 tahun bagi kasus timah di Bangka Belitung yang telah merugikan negara, dianggap oleh masyarakat sesuatu hal yang tidak sesuai dan mencederai rasa keadilan.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan menurut penulis antara lain:

Pertama, dalam bidang hukum khususnya dalam penegakan hukum, masyarakat pencari keadilan harus menebus sangat mahal untuk mendapatkan keadilan, dimana hukum sudah dijadikan lahan bisnis yang berorientasi pada hukum dagang, dimana dinyatakan berbagai pihak di Indonesia sudah mengalami darurat dalam penegakan hukum.

Untuk mengatasi mafia peradilan yang sangat sulit untuk diberantas dan telah membelenggu para penegak hukum sendiri, mengapa dan tidak ada salahnya dicoba sistem Anglo Saxon dengan sistem juri sebagaimana dipraktikkan oleh negara-negara yang menganut sistem ini.

Dengan menggunakan praktik sistem yang disebut sebagai Transplantasi Hukum (Law Transplant) maka suatu tatanan atau sistem hukum dari suatu negara dapat diadopsi oleh negara lain.

Hukum merupakan alat untuk memcapai keadilan hanyalah Lips Service belaka. Yang terjadi adalah hukum merupakan subordinat dengan kekuasaan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News