Refleksi Masa Krisis: Ke Arah Mana Kurva Pemulihan Ekonomi Indonesia?

Oleh: Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI (tengah), Andi Rahmat (kiri) dan Maruarar Sirait

Refleksi Masa Krisis: Ke Arah Mana Kurva Pemulihan Ekonomi Indonesia?
Andi Rahmat (kiri), Bambang Soesatyo (tengah) dan Maruarar Sirait. Foto: Dok. JPNN.com

Kemudian ditahun 2017 mencapai Rp 692,8 trilliun (meningkat 13%). Ditahun 2018, meningkat lagi menjadi Rp 721,3 trilliun (meningkat 4,1%). Dan ditahun 2019 naik lagi menjadi Rp 809,6 trilliun (meningkat 12,24%). Total akumulasi realisasi investasi sepanjang kurun 2014-2019 mencapai Rp 3845,1 trilliun.

Laporan disektor keuangan juga menunjukkan hal yang sama. Baik berupa indikator peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) diperbankan, kinerja Pasar Saham, indikator kesehatan sektor perbankan dan lain-lain. Kesemuanya menunjukkan dinamika positif dalam perekonomian.

Tentu ada banyak catatan kritis terhadap situasi perekonomian Indonesia sepanjang kurun itu. Peningkatan drastis hutang negara, kinerja penerimaan pajak dalam dua tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi yang stagnan dibawah 5,2%, pergerakan kurs yang berhubungan dengan aksi tappering off Bank Sentral Amerika, defisit transaksi berjalan, kinerja keuangan BUMN, adalah hal-hal yang bisa disebutkan menonjol selama kurun waktu itu.

Tibalah kita pada situasi dimana semua indikator perekonomian mengalami kontraksi hebat. Semua variabel pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB) menunjukkan penurunan kinerja yang curam.

Angka pengangguran meningkat tajam, jumlah penduduk yang kembali jatuh kedalam zona kemiskinan juga meningkat. Perbankan dan Institusi Keuangan Non-Bank (IKNB) turut mengalami tekanan kuat. Kinerja ekspor-impor menurun.

Beberapa sektor bisnis menghadapi resiko kebangkrutan massal. Indeks saham merosot tajam menghapuskan ribuan trilliun  nilai kekayaan dalam waktu singkat. Volatilitas rupiah bergerak cepat dalam rentang yang lebar. Semua ini, terjadi tanpa gejala pendahuluan. Tiba-tiba, cepat dan dengan efek toksiknya terhadap perekonomian yang mematikan.

Dari segi skala efeknya terhadap struktur perekonomian, dalam hemat kami, hantaman krisis pandemi terhadap perekonomian jauh lebih hebat ketimbang krisis 1998. Saat ini yang dihadapi bukan saja krisis keuangan, tetapi krisis menyeluruh pada semua bangunan perekonomian. Dengan menyisakan hanya sedikit saja sektor yang tidak terdampak hebat. Dan krisis ini bukan saja melanda Indonesia, tapi keseluruhan perekonomian dunia.

Krisis ini menguji daya tahan perekonomian nasional kita. Menguji respon pemerintah dan otoritas 'quasi government'. Menguji kemampuan dan kualitas pelaku usaha, baik korporasi maupun UMKM dan sektor informal.

Sejak awal krisis ini, kami sebetulnya sudah mengajukan istilah 'Maraton' dalam horison kebijakan pemulihan ekonomi nasional. Implisitnya adalah suatu bayangan bahwa pemulihan ekonomi akan melalui perjalanan yang tidak singkat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News