Refleksi Sistem Pendidikan dan Tantangan Melahirkan Generasi Pemimpin Masa Depan
Oleh: Agus Widjajanto - Pemerhati Sosial Budaya, politik dan Hukum
Belum lagi pada masa lalu terjadi politik identitas menyangkut keagamaan dalam pilkada, yang menggiring masyarakat pada potensi perpecahan antarumat beragama, yang mana masyarakat digiring pada opini dikaitkan dengan keagamaan bahkan surga dan neraka.
Hal ini akibat dari adanya kebebasan yang tidak dibarengi dengan rasa bertanggung jawab akibat dari pada diubahnya sistem ketatanegaraan, dimana hukum dasar kita, yakni UUD 1945 telah diamendemen hingga ke empat kalinya, yang mengubah format dari sistem perwakilan menjadi sistem pemilihan langsung, menggunakan proporsional terbuka dalam sistem pemilihan dalam partai politik.
Hal ini akan berimbas pada suatu mata rantai yang saling terkait pada bidang yang lain, karena cost yang ditimbulkan sangat besar tentu bermuara pada saat menjabat pun akan berorientasi pengembalian modal, dalam masa jabatannya.
Sebab sistem proporsional terbuka siapapun calon legislatif, baik berusia muda maupun tua, belum lama masuk partai politik, dan dengan pengalaman yang masih sangat minim boleh mencalonkan diri, yang pada akhirnya terjadi politik transaksional, layaknya pada negara sistem liberal yang berorientasi ekonomi kapitalis, yang setiap calon baik calon kepala daerah, calon legislative, bupati, wali kota bahkan presiden ditengarai para ahli politik didukung oleh oligarki.
Tentu tidak ada makan siang yang gratis. Hal ini berakibat pada sistem dan kondisi perekrutan jabatan jabatan strategis, baik di pemerintahan, penegak hukum, perbankan, menjadi ajang transaksional, yang muaranya akan timbul ketidak pastian dalam segala bidang, termasuk dalam bidang penegakan hukum, baik di tingkat penyidikan, penuturan maupun di tingkat peradilan pada Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung, yang masih jauh dari rasa keadilan, yang kerap dijumpai adalah adanya peradilan yang sangat mahal yang harus ditebus oleh para pencari keadilan, dan terjadi penjungkirbalikkan aturan hukum positif demi kepentingan tertentu.
Hal ini diakibatkan oleh: Pertama, adanya degradasi moral dari anak bangsa.
Kedua, sistem yang dibangun sudah salah kaprah yang telah dikoyak dan diporandakan sistem yang yang ada, yang dibuat dengan konsep baru yang berorientasi pada Soko guru negara liberal dengan sistem ekonomi kapitalis, yang telah keluar dari rel Cita-Cita para pendiri Bangsa melalui konsep Ekonomi Gotong Royong dan kerakyatan yang telah dibangun oleh para pendahulu kita, para pemimpin pemimpin kita masa lalu.
Kita harus belajar pada sejarah, tepatnya sejarah berdirinya bangsa ini yang dibentuk oleh para pendiri bangsa (Founding Father kita).
Pendidikan adalah sebuah usaha kebudayaan yang bertujuan untuk menuntun pertumbuhan jiwa & raga anak. Pendidikan merupakan media melahirkan generasi berakhlak.
- Prabowo Masuk Daftar 10 Pemimpin Dunia Berpengaruh, Ketum Garuda Asta Cita Merespons
- ESQ Mencetak Pemimpin dengan Hati dan Etika, Lebih dari Cerdas
- KSAD Jenderal Maruli: Lulusan Seskoad Harus Mampu Mengemban Tugas Masa Depan
- Lestari Moerdijat Berharap Pilkada 2024 Melahirkan Pemimpin yang Mengayomi Masyarakat
- Rocky Gerung Mengajak Anak Muda Menggunakan Nalar Kritis dalam Memilih Pemimpin
- Bang Zul Ingin Pemimpin Daerah Lahir dari Kontestasi Pilkada yang Adil dan Jujur