Refleksi Sistem Pendidikan dan Tantangan Melahirkan Generasi Pemimpin Masa Depan

Oleh: Agus Widjajanto - Pemerhati Sosial Budaya, politik dan Hukum

Refleksi Sistem Pendidikan dan Tantangan Melahirkan Generasi Pemimpin Masa Depan
Pemerhati sosial dan politik Agus Widjajanto. Foto: Dokumentasi pribadi

Karena jabatan yang begitu mulia hingga pada masa kejayaan jaman kerajaan kerajaan di Nusantara ini dulu mempunyai derajat Makom yang sangat tinggi dengan kasta Brahmana (pendeta, Guru, Dosen, Guru Besar).

Alangkah baiknya pada momen ini kita merefleksi sejenak pada Sistem Pendidikan kita dalam sistem Belajar mengajar, baik pada pendidikan tingkat dasar, menengah maupun pada pendidikan tinggi.

Pendidikan adalah sebuah usaha kebudayaan yang bertujuan untuk menuntun pertumbuhan jiwa dan raga anak, dimana melalui pendidikan juga merupakan media untuk mewujudkan manusia yang merdeka secara lahir maupun batin.

Guru berperan sebagai Pamong atau pembimbing yang mendidik muridnya dengan kasih sayang dengan kesadaran personal, dimana Guru harus tetap berpegang pada kemampuan Dasar siswa/murid dengan mendorong untuk mengungkapkan kemampuan berpikir, tetapi tetap berbudi luhur.

Seorang Guru, Dosen pada semua level pendidikan harus berpikir, berperasaan dan bersikap seperti juru tani, dimana menggarap tanah disesuaikan dengan karakteristik tanah tersebut untuk ditanami, demikian juga terhadap siswa/Muridnya seorang Guru tidak bisa mengubah karakter dari siswa.

Akan tetapi hanya bisa memperbaiki dan memperindah harmoninya. Tut Wuri Handayani (Guru memberikan dorongan, semangat, kepada muridnya), Ing Ngarso Sung Tulada: Guru dan pemimpin di depan murid/siswa harus memberikan contoh teladan yang baik, dalam pengajaran untuk mencetak generasi yang berbudi luhur, bulan hanya generasi yang cerdas seperti robot sesuai tehnologi kecerdasan buatan.

Moto Ing Madya Mangun Karsa yang artinya guru harus membangun motivasi memberikan semangat kepada murid siswanya harus bisa lebih baik untuk nanti mendarmabaktikan kepada keluarga dan bangsanya.

Semboyan Tut Wuri Handayani yang diabadikan sebagai logo Pada Kementerian Pendidikan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang hanya menjadi simbol dimana sistem pendidikannya justru telah mengamputasi Semboyan dari pendiri Taman Siswa itu sendiri dengan menghilangkan mata pelajaran dasar pada pelajaran bahasa daerah, Pancasila, Sejarah Bangsanya dan membentuk karakter siswa sejak dini.

Pendidikan adalah sebuah usaha kebudayaan yang bertujuan untuk menuntun pertumbuhan jiwa & raga anak. Pendidikan merupakan media melahirkan generasi berakhlak.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News