Refleksi Sistem Pendidikan dan Tantangan Melahirkan Generasi Pemimpin Masa Depan

Oleh: Agus Widjajanto - Pemerhati Sosial Budaya, politik dan Hukum

Refleksi Sistem Pendidikan dan Tantangan Melahirkan Generasi Pemimpin Masa Depan
Pemerhati sosial dan politik Agus Widjajanto. Foto: Dokumentasi pribadi

Di dunia dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang seolah-olah tidak ada lagi batas negara dengan kemajuan tersebut hampir semua anak bangsa menggunakan internet, listrik, bahkan masa pandemi covid, dilakukan lock down dirumahkan dimana memaksa masyarakat untuk rapat dan sistem belajar mengajar menggunakan Zoom di internet, belum lagi sistem perbankan, bahkan mobil juga bertenaga listrik, yang tentu itu semua bermuara pada sistem kontrol, yang bermuara pada Cip yang diciptakan berdasarkan teknologi canggih yang tidak semua negara mampu menguasai dan membuatnya.

Jadi seolah-olah kita digiring pada suatu kondisi tertentu secara bersamaan dan merata, apakah kita pernah membayangkan secara imajinasi saja, pada suatu ketiga terjadi Shotdwon (Mematikan seluruh sistem dan komputerisasi) sedang sistem yang dibangun menggunakan tehnologi yang belum sepenuhnya kita kuasai, dan harus belajar dari kasus negara Estonia, dimana saat Shootdwon seluruh operasi perbankan dan operasional internet mati, yang berakibat seluruh jaringan mati.

Estonia saat itu mengalami kelumpuhan total. Dan, ini harus kita pikirkan bersama, teknologi seolah membuat kita bangga dan hebat.

Padahal sebetulnya membuat diri kita makin bodoh karena dikuasai oleh sistem teknologi tersebut dan kita tidak bisa berbuat banyak kecuali ikut arus sistem tersebut.

Contoh segala internet pakai pulsa, token listrik, tarik tunai uang dalam perbankan, tranfer, telepon dan sebagainya.

Yang mau tidak mau kita dipaksa untuk ikuti sistem dunia tersebut , yang pada titik tertentu bukan tidak mungkin jikalau terjadi turbulensi dalam sistem , berakibat mati total dan lumpuh pada semua sektor.

Bahwa suatu sistem yang dirancang dan diciptakan salah akan membuat orang baik akan terseret dalam  turbulensi lingkungan  menjadi orang jelek dalam kapasitasnya sebagai warga negara, tetapi dengan sistem yang baik, orang yang jelek secara mens rea (niat jahat) akan terkikis dan ikut terseret menjadi baik karena sistem yang bagus.

Demikian juga dalam kehidupan politik, setiap hari dipertontonkan dengan hujatan karena pilihan berbeda dalam politik bahkan terjadi Carok di Sampang Madura gara-gara pilihan dalam Pilkada berbeda sangat tidak bisa kita terima dalam konteks demokrasi khususnya Demokrasi Pancasila yang menghormati atas semua pilihan, di tengah kebebasan dalam mengeluarkan pendapat.

Pendidikan adalah sebuah usaha kebudayaan yang bertujuan untuk menuntun pertumbuhan jiwa & raga anak. Pendidikan merupakan media melahirkan generasi berakhlak.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News