REI Berharap Pengembangan Kawasan Perumahan Tak Dibatasi
jpnn.com - JAKARTA - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estate Indonesia (DPP REI) Eddy Hussy menyatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan yang kini masih dibahas Komisi II DPR harus dipertegas.
Menurut dia, RUU itu harus mengikuti perkembangan zaman supaya tak membingungkan pengusaha pengembang perumahan di Indonesia.
"RUU Pertanahan ini juga harus mengikuti perkembangan zaman. Ada beberapa hal yang di dalamnya (RUU) tidak applicable," ungkap Eddy ditemui di sela-sela seminar nasional "Quo Vadis RUU Pertanahan" yang digelar Fakultas Hukum Unika Atma Jaya di Jakarta, Kamis (24/4).
Seperti diketahui saat ini pemerintah dan DPR tengah menggodok RUU Pertanahan. Salah satu hal yang akan diatur adalah pembatasan hak guna bangunan untuk kawasan perumahan, perhotelan, dan kawasan industri. Kawasan perumahan dibatasi maksimal 200 hektare, kawasan perhotelan maksimal 100 hektare, dan kawasan industri tidak boleh lebih dari 200 hektare.
Menurut Eddy, sebaiknya luas kawasan perumahan tidak dibatasi hanya 200 hektar. Sebab, kata dia, mau besar atau kecil ukuran lahan itu, biar saja pasar yang menentukan.
"Kami sebagai pengembang, pembangunan kita lebih besar dari pemerintah. Pemerintah bangun fasilitas umum, kita juga lebih besar dari pemerintah," jelasnya.
Karenanya, Eddy menyarankan penentuan luasan lahan semestinya juga harus melibatkan pemerintah daerah. Menurutnya, otonomi daerah memiliki aturan-aturan tersendiri yang tentunya memiliki benefit di daerahnya masing-masing.
"200 hektar itu harus dipertimbangkan karena sudah tidak ideal. Makanya harus besar lagi luasannya. Berapa jumlahnya? Kita serahkan kepada akademisi-akademisi. Kita di REI Juga akan terus melakukan kajian-kajian serta mengajukan usulan tertulis," ujarnya.