'Rekayasa' 5 Paragraf Sukarno dan Kekesalan Hatta
Hasan Aspahani
jpnn.com - APA kewajiban ilmu sejarah? Yaitu memisahkan antara "Wahrheit" dan "Dichtung", memisahkan antara yang dibuat-buat dan yang sebenarnya. Muhammad Hatta memperingatkan hal itu dalam sebuah tulisannya tentang peristiwa proklamasi.
Tulisan berjudul "Legende dan Realitet Sekitar Proklamasi 17 Agustus" itu disiarkan di Mimbar Indonesia, No. 32/33, tanggal 17 Agustus 1951. Hatta menulis dengan cemas, sebab baru berselang enam tahun setelah proklamasi itu, banyak tersiar cerita dan karangan yang tidak benar.
Karangan itu ia kembangkan lagi kemudian di tahun 1970 menjadi sebuah buku kecil - hanya 75 halaman - yang cetakan pertamanya (Januari) lekas dicetak ulang (April), berjudul "Sekitar Proklamasi" (Tintamas, Jakarta).
Di dalam buku itu, yang juga diluruskan oleh Hatta adalah cerita Sukarno dalam buku biografinya yang ditulis Cindy Adams "Sukarno, Penyambung Lidah Rakyat" (Gunung Agung, 1966).
Di halaman 331-332 buku Sukarno itu diceritakan peristiwa di seputar Proklamasi yang mengecilkan peran Hatta dan Sjahrir. Hatta menulis komentar dengan sangat kesal: ...Inilah ucapan seorang diktator Sukarno, yang mengagungkan dirinya sendiri dan lupa daratan, berlainan dengan Sukarno dahulu, pemimpin rakyat di masa proklamasi dan sebelumnya!
Di bukunya, Hatta mengutip utuh bagian dari biografi Sukarno yang mengusik harga dirinya itu:
"Sekarang, Bung, sekarang....!" rakyat berteriak. "Nyatakanlah sekarang...." Setiap orang berteriak kepadaku. "Sekarang, Bung... ucapkanlah pernyataan kemerdekaan sekarang,... hayo, Bung Karno hari sudah tinggi... hari sudah mulai panas... rakyat sudah tidak sabar lagi. Rakyat sudah gelisah, Rakya sudah berkumpul. Ucapkanlah Proklamasi." Badanku masih panas, akan tetapi aku masih dapat mengendalikan diriku. Dalam suasana di mana setiap orang mendesakku, anehnya aku masih dapat berpikir dengan tenang.
"Hatta tidak ada," kataku. "Saya tidak mau mengucapkan proklamasi kalau Hatta tidak ada."
APA kewajiban ilmu sejarah? Yaitu memisahkan antara "Wahrheit" dan "Dichtung", memisahkan antara yang dibuat-buat dan yang
- Darurat Penyelamatan Polri: Respons Terhadap Urgensi Pengembalian Reputasi Negara Akibat Kasus Pemerasan DWP 2024
- Mengenang Thomas Stanford Raffles, Perintis Resident Court Dalam Sistem Juri di Hindia Belanda
- Menolak Lupa!: Pentingnya Pilkada Langsung Dalam Kehidupan Demokrasi Bangsa Indonesia
- Mengkaji Wacana Wadah Tunggal KPK Dalam Pemberantasan Korupsi
- Quo Vadis Putusan MK Soal Kewenangan KPK Dalam Kasus Korupsi TNI: Babak Baru Keterbukaan & Kredibilitas Bidang Militer
- Menelusuri Jejak Pelanggaran Etika Bisnis: Pinjaman Online Ilegal