Rektor UI Dituding Lakukan Personalisasi Kekuasaan
Rabu, 07 September 2011 – 18:05 WIB
Tapi, lanjut Tamrin, justru yang dilakukan oleh Rektor UI sama sekali tidak seperti itu. Padahal, katanya, saat Rektor UI memaparkan visi dan misi di depan wali amanat, berjanji melakukan desentralisasi kewenangan unit bahwa tingkat fakultas dan tingkat kajian. Tapi, sebelum tahun berganti, sudah lakukan beberapa hal seperti melakukan gebrakan merubah seluruh tata kelola.
"Pertama yang dilakukan amputasi sistemik, oleh rektor membekukan semua lembaha yang berfungsi check dan balances, kemudian bentuk lembaga baru. Semua dibawa ke rektorat, itu namanya sentralsiasi. Tapi yang terjadi lebih jelek, yakni personalisasi kekuasaan," katanya.
Munculnya polemik di UI itu, setelah rektor memberikan gelar DHC bidang kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi kepada Raja Arab Saudi. Padahal bangsa Indonesia masih ingat pemancungan yang dilakukan Kerajaan Arab Saudi, terhadap seorang Tenaga Kerja Wanita Indonesia, Ruyati tanpa sepengetahuan Pemerintah RI. (boy/jpnn)
JAKARTA - Polemik pemberian gelar Doktor Honoris Causa (DHC) oleh Universitas Indonesia (UI) kepada Raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdul Azis al-Saud
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- Mendikdasmen Abdul Mu'ti Ungkap 295 Ribu Guru Belum Sarjana, Solusinya Sudah Disiapkan
- Wahai Guru PNS, PPPK & Honorer, Inilah Poin-poin Penting Pidato Mendikdasmen
- Gibran Minta Sistem Zonasi PPDB Dihilangkan, Mendikdasmen: Masih Pengkajian
- Ganesha Operation Award 2024 Jadi Ajang Penghargaan Bagi Pengajar dan Alumni
- INSEAD Business School, Jadikan Kerja Sama FWD Group & BRI Life Sebagai Studi Kasus
- Direksi ASABRI Mengajar Para Mahasiswa Magister Universitas Pertahanan