Rencana Strategis Riset Indonesia

Oleh: Kholis Abdurachim Audah, PhD

Rencana Strategis Riset Indonesia
Rencana Strategis Riset Indonesia

Berdasarkan laporan the World Health Organization (WHO), Indonesia berkontribusi sebanyak 70 persen dalam kasus demam berdarah di wilayah Asia Tenggara (WHO report, 2006). Pada tahun 2010 terdapat sebanyak 157.370 kasus demam berdarah di Indonesia. Setiap tahunnya Indonesia menghabiskan Rp 3,1 triliun rupiah untuk biaya pencegahan dan pengobatan penyakit demam berdarah saja (The Jakarta Post, 15 Juni 2011). Berdasarkan data dan fakta ini, sebaiknya pemerintah mengalokasikan dana yang lebih untuk kegiatan riset di bidang obat-obatan dan kedokteran yang berkaitan dengan penyakit ini dan penyakit-penyakit sejenis yang sudah disebutkan di atas. 

 

Demikian juga halnya dengan kegiatan riset-riset dasar. Kita harus terus melakukan berbagai riset dalam ilmu dasar yang berkaitan dengan bidang kedokteran yang disesuaikan dengan kebutuhan Indonesia, karena sering kali suatu jenis penyakit adalah unik untuk tempat-tempat tertentu. Satu contohnya adalah dengan bermunculannya virus-virus baru yang merupakan tantangan sendiri untuk para peneliti di Indonesia untuk dicarikan solusi pencegahan dan pengobatannya. 

Itulah beberapa bidang riset yang menurut hemat penulis layak untuk dijadikan sebagai prioritas kegiatan riset di Indonesia. Bukan berarti kegiatan riset di bidang-bidang lain tidak diperlukan, tetapi keterbatasan dana yang ada mengharuskan kita untuk memilih riset mana yang harus kita prioritaskan. Kemampuan kita menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan, kelautan, pertambangan, obat-obatan dan kedokteran yang bersumber dari potensi yang kita miliki, akan menjadi modal yang sangat besar untuk dapat melakukan riset dan pengembangan pada bidang-bidang lainnya.

Pada bagian terakhir tulisan ini, penulis ingin menyinggung masalah pengelolaan sumber daya manusia (SDM) yang dikaitkan dengan strategi, efektifitas dan produktifitas riset yang dilakukan. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah pemetaan kembali SDM yang ada. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM perlu diarahkan untuk menunjang kegiatan-kegiatan riset di bidang yang sudah diprioritaskan. Hal ini dapat terus ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri. 

Penulis sendiri sangat yakin bahwa kita memiliki sumber daya yang cukup memadai untuk melakukan berbagai riset yang diprioritaskan di atas. Sekali lagi penulis menekankan bahwa suatu riset harus dilakukan secara berkelanjutan dan jangan sampai terhenti di tengah jalan. Kalau sebuah riset terputus di tengah jalan, maka hal ini akan menjadi mubazir baik dari segi waktu, tenaga, dan juga biaya. Untuk menghindari agar hal ini tidak terjadi, maka sebaiknya sebuah riset dilakukan secara terkoordinasi dan terintegrasi dalam kelompok-kelompok (group) besar. 

Setiap group besar diharapkan dapat menyelesaikan riset dari “A sampai Z” untuk satu topik riset dalam jangka waktu tertentu. Koordinasi juga diperlukan bukan hanya di dalam satu lembaga riset, tetapi juga diperlukan antar lembaga lembaga riset agar tidak terjadi tumpang tindih proyek riset. Demikian juga dengan kerjasama dengan industri-industri terkait. Sangat penting untuk diketahui apa kebutuhan pihak industri yang memerlukan dukungan riset dan pengembangan dari lembaga-lembaga riset atau perguruan tinggi di Indonesia. 

Hal kedua yang tidak kalah pentingnya adalah memberikan kesejahteraan yang cukup memadai untuk para peneliti baik itu di lembaga-lembaga riset maupun perguruan tinggi (dosen). Di negara-negara maju, para dosen merupakan ujung tombak kegiatan riset. 

TINGKAT  kemajuan sebuah negara dapat diukur dari kemajuan ilmu pengetahuan dan  teknologi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News