Resesi dan Urgensi Stimulasi Konsumsi serta Kinerja UMKM
Catatan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo
BPS juga mencatat bahwa kontraksi konsumsi itu tercermin dari penjualan eceran yang masih minus 9,64 persen. Memang, banyak kelompok masyarakat terlihat lebih menahan diri dan tetap berhati-hati dalam konsumsi. Faktor yang paling diperhitungkan oleh banyak orang adalah dampak lanjutan dari pandemi Covid-19.
Boleh jadi karena rumah tangga masih memprioritaskan pangan dan obat-obatan, penjualan eceran untuk produk sandang, bahan bakar, aksesoris, alat informasi dan komunikasi serta ragam produk lainnya tidak signifikan pertumbuhannya.
Pemerintah sejauh ini memang tidak melahirkan kebijakan yang dapat menurunkan daya beli. Sebaliknya, mencoba merangsang konsumsi rumah tangga dengan memperbesar volume bantuan jaring pengaman sosial.
Stimulasi dari pemerintah itu diarahkan pada sekitar 50 juta hingga 60 juta rumah tangga. Pendekatan ini cukup efektif sehingga konsumsi rumah tangga mulai membaik di kuartal III-2020.
Jika saja jumlah kasus harian Covid-19 bisa turun dalam jumlah yang signifikan, semua kelompok masyarakat mungkin tidak ragu lagi untuk belanja kebutuhan lain di luar pangan dan obat-obatan. Selain itu, ruang publik yang kondusif juga mempengaruhi minat kelompok-kelompok masyarakat berbelanja.
Jangan lagi ada kerusuhan dari setiap unjuk rasa oleh siapa pun. Membakar dan merusak fasilitas umum hanya menimbulkan kesan suasana yang tidak kondusif. Bahkan, bagi sebagian orang, merusak dan membakar fasilitas umum itu justru menakutkan.
Selain menstimulasi konsumsi rumah tangga, langkah strategis lainnya yang juga tidak kalah pentingnya adalah memompa produktivitas UMKM.
Fakta tak terbantahkan bahwa UMKM menjadi faktor sangat strategis dalam perekonomian nasional. kontribusi UMKM, baik bagi pertumbuhan dan penyerapan lapangan kerja, sangat signifikan. Kontribusi sektor ini mencapai 60,3 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Lebih dari itu, UMKM menyerap 97 persen dari total tenaga kerja. Pun, dari lingkup UMKM yang begitu luas dan sangat beragam, tersedia 99 persen dari total lapangan kerja. Konsumen UMKM juga mencakup puluhan juta rumah tangga.
UMKM yang produktif dan kompetitif bisa menjadi jawaban untuk masalah menurunnya konsumsi dan meningkatnya jumlah pengangguran akibat pandemi Covid-19.
Menurut BPS, jumlah pengangguran menjadi 9,77 juta orang pada Agustus 2020 karena penambahan sebanyak 2,67 juta orang. Ada pekerja yang menerima PHK (pemutusan hubungan kerja) atau dirumahkan. Sedangkan Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, total pengangguran sudah mencapai 10,3 juta hingga September 2020.
Maka, dengan mendorong produktivitas UMKM, perannya untuk mereduksi ekses resesi ekonomi sekarang ini jelas sangat nyata. Total unit UMKM mencapai 64,2 juta. Kalau diasumsikan per unit bisa menyerap satu-dua pekerja, ketahanan ekonomi nasional sepanjang periode resesi global sekarang ini pastinya cukup mumpuni.
Terlebih, tak hanya menyerap pekerja dalam jumlah yang signifikan, tetapi UMKM juga sudah terbiasa menyajikan ragam produk dengan harga terjangkau oleh konsumen kebanyakan.
Namun, UMKM di dalam negeri pun tak luput dari pukulan pandemi Covid-19. Dilaporkan bahwa tidak sedikit sektor ini yang gulung tikar karena lemahnya permintaan atau anjloknya konsumsi masyarakat.
UMKM yang produktif dan kompetitif dinilai bisa menjadi jawaban untuk masalah ekonomi di tengah resesi.
- Bamsoet Minta Polri Jerat Bandar Narkoba Dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang
- Waka MPR Lakukan Uji Coba Makan Bergizi Gratis di Donggala
- Eddy Soeparno Dukung Diplomasi Prabowo Membangun Kolaborasi Global Hadapi Krisis Iklim
- MPR & ILUNI FHUI Gelar Justisia Half Marathon, Plt Sekjen Siti Fauziah Sampaikan Ini
- Ahmad Muzani Ingatkan Warga Jaga Persatuan & Kesatuan Menjelang Pilkada 2024
- Pesan Wakil Ketua MPR Edhie Baskoro Yudhoyono ke Generasi Muda, Ada 3 Poin Penting