Restitusi Berduit

Oleh: Dahlan Iskan

Restitusi Berduit
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Dengan cara seperti itu monitoring terhadap wajib pajak bisa dilakukan secara penuh. Datanya lengkap. Dari seluruh instansi.

Bukankah untuk menciptakan sistem "silaturahmi" seperti itu perlu dibangun sistem teknologi informasi yang sangat besar?

"Tidak juga. Dengan anggaran Rp 200 miliar cukup," ujar Pak Pung.

Dia pernah membangun sistem seperti itu. Yakni ketika menjabat ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Sangat memudahkan memonitor instansi yang harus diperiksa," katanya.

Saya jadi ingat teman yang mengusulkan pembangunan sistem monitoring hoaks, termasuk judi online di Kemendigi. Seharusnya cukup dengan anggaran Rp 200 miliar. Tetapi perlu huruf T yang disetujui.

Dengan sistem yang terintegrasi itu maka orang tidak akan ketemu orang. Semua serba online. Tidak akan terjadi lagi negosiasi yang berujung korupsi.

Sistem informasi teknologi bisa membuat orang berakhlak mulia tanpa membaca kitab suci agama apa pun.

Pak Pung juga melihat hilangnya pemasukan pajak dari batu bara. Yakni sejak diberlakukannya Omnibus Law --istilah populer untuk UU Cipta Kerja.

Menaikkan rasio pajak bisa dapat Rp 250 triliun tiap kenaikan 1 persen. Dari batu bara dapat Rp 150 triliun. Untuk apa lagi harus menaikkan tarif PPN 12 persen?

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News