Restorasi untuk Papua
Oleh: Dr. Filep Wamafma, SH, M.Hum, C.L.A
jpnn.com - Dalam beberapa pekan terakhir ini, kita dikejutkan oleh rentetan peristiwa berdarah, yang mendera rumah Cenderawasih, bumi Papua. Aksi rasial yang terjadi seolah-olah membongkar seluruh gunung es kemarahan Orang Asli Papua (OAP), dan juga kemarahan sesama warga negara Indonesia yang lain. Seperti bola salju, berbagai peristiwa berdarah pun mengikutinya, yang bukan saja mengorbankan OAP, namun juga saudara-saudara dari luar Papua.
Terakhir, semoga demikian, peristiwa di Wamena membuka kesadaran bersama bahwa ruang dialog diperlukan secara signifikan: dialog atas ideologi, dialog atas ekonomi, dialog atas politik, dialog sosial, dialog budaya, dan dialog keamanan bumi Cenderawasih. Tetapi apakah itu semua mungkin dilakukan?
Jalan Restorasi
Ada mayat. Ya, ada mayat. Di Kabupaten Nduga, Papua. Kaget? Untuk ukuran manusiawi, semua terpana. Betapa tidak, beberapa tubuh tak bernyawa ditemukan dalam keadaan mengerikan.
Spekulasi pun bermunculan. Bagi OAP dan warga negara Indonesia tertentu, mungkin pemandangan ini adalah hal yang biasa. Lalu apakah "pemandangan yang biasa" ini dibiarkan menguap bersama angin di pegunungan?
Nawacita, dalam kerangka NKRI, menggaungkan Kehadiran Negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada warga negara. 2014, Jokowi mengucapkannya. Di tahun 2015, Tim Pencari Fakta terbentuk, untuk menyelesaikan pelanggaran HAM di Papua: Wasior, Wamena, Paniai. Apa dikata, tak ada kemajuan berarti. Perbedaan penggunaan dasar hukum antara Komnas HAM dan Kejaksaan, akhirnya menciptakan "luka baru", bahwasanya kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua, sangat sulit diselesaikan.
Lalu sekarang, di periode kepemimpinan Jokowi yang kedua, luka Nduga pun menambahnya. Di mana negara? Apakah negara tidak merasa sakit saat warga negaranya dibunuh? Apakah negara tak merasa bertanggung jawab atas nyawa manusia Indonesia?
Restorasi. Jawaban terbaiknya adalah RESTORASI. Restorasi bermakna pemulihan seluruh aspek kehidupan, yang didahului oleh pemulihan korban (dan ahli warisnya), pengakuan akan kebenaran fakta objektif peristiwa, kemudian penegakan hukum yang independen, baru kemudian ada rekonsiliasi nasional, yaitu bahwa negara harus memohon maaf pada warga negaranya yang terluka.
Dalam beberapa pekan terakhir ini, kita dikejutkan oleh rentetan peristiwa berdarah, yang mendera rumah Cenderawasih, bumi Papua.
- Harapkan Semua Target Prolegnas 2025 Tercapai, Sultan Siap Berkolaborasi dengan DPR dan Pemerintah
- Sultan dan Beberapa Senator Rusia Membahas Kerja Sama Pertahanan dan Pangan
- Terima Kunjungan Utusan Partai Nahdhoh Tunisia, Sultan: Lembaga Parlemen Adalah Roh Demokrasi
- Komite III DPD Akan Panggil Menkes Terkait Dugaan Maladministrasi PMK 12/2024
- Anggota DPD RI Ning Lia Bertemu Penjabat Gubernur Jatim untuk Serap Aspirasi untuk Kemajuan Daerah
- Senator Filep Wamafma Mengapresiasi Kemendikbud Tetap Jalankan Program Beasiswa PIP dan KIP Kuliah