Revisi KUHAP: Pakar Nilai Koordinasi Prapenuntutan Jaksa-Polisi Perlu Diperluas

Revisi KUHAP: Pakar Nilai Koordinasi Prapenuntutan Jaksa-Polisi Perlu Diperluas
Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof Mudzakir. Foto: dokumen JPNN.Com

Pada saat HIR, pengendali perkara 100 persen ada di jaksa. Karena pada saat itu jaksa merupakan penyidik sekaligus penuntut umum.

“Kepolisian pada saat itu diperankan sebagai pembantu jaksa dalam melakukan penyidikan. Maka saat itu azas yang berlaku adalah dominus litis,” jelas Mudzakir.

Namun pada masa Soeharto diubah ada rancangan KUHAP yang mengatur bahwa penyelidik dan penyidik adalah Polri. Sementara Kejaksaan sebagai penuntut umum.

“Maka sejak itu, KUHAP tidak lagi dominus litis karena jaksa tidak lagi sebagai pengendali perkara, karena azas yang berlaku adalah diffrensiasi fungsional. Yaitu pemisahan secara fungsional jaksa dan polisi,” jelas Mudzakir.

Dengan azas ini, kata Mudzakir, peran jaksa hanya di balik meja saja atau hanya membaca berkas perkara saja. “Tentu ini membuat ada kekurangan dan kelebihannya,” kata Mudzakir.

Saat ini, jelas Mudzakir, dalam revisi UU KUHAP, azas dominus litis ingin dimasukkan lagi.

Mudzakir melihat antara penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan merupakan satu rangkaian merupakan satu rangkaian kebijakan di bawah bendera eksekutif.

“Yang menjadi permasalahan eksekutif itu di bawah presiden, kejaksaan, atau kepolisian,” ungkap dia.

Jika hanya di balik meja, kata Muzakir, maka jaksa tidak bisa mendalami perkara yang akan dituntutnya di pengadilan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News