Revisi KUHAP, Superioritas Penyidikan Menghilangkan Pengawasan & Pemenuhan Hak Tersangka

jpnn.com - JAKARTA – Wacana mengenai superioritas penyidikan dalam pembahasan RUU KUHAP menuai kontroversi. Keberadaan superioritas penyidikan dinilai akan berdampak buruk terhadap pemenuhan hak tersangka. “Itu (superioritas penyidikan) akan berdampak pada terjadinya berbagai pelanggaran hak-hak tersangka, dan potensi penyidikan yang tidak bertujuan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan,” kata Direktur LBH Jakarta Arif Maulana dalam keterangannya, Kamis (6/3). Arif menyampaikan itu dalam seminar "RUU KUHAP: Masa Depan Penegakan Hukum Pidana di Indonesia” yang diselenggarakan Koalisi Masyarakat Sipil dan FORI Pascasarjana KSI X di Gedung IASTH Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (6/3).
Arif menekankan proses penegakan hukum yang termuat dalam revisi KUHAP harus memiliki independensi, profesional dan berintegritas. Oleh karena itu, lanjut dia, penegakan hukum tidak boleh bertujuan untuk meningkatkan represivitas hegemoni kekuasaan. “Harus ada kontrol yang ketat terhadap kewenangan penyidikan dan upaya paksa (termasuk penuntutan, pengadilan, pemasyarakatan). Bantuan hukum memiliki peran yang sangat signifikan,” ungkapnya.
Merujuk pada draf RUU KUHAP yang beredar, Arif menilai kepolisian cenderung resisten dengan usulan pembatasan dan pengawasan kewenangan. Padahal, kata dia, Polri hingga saat ini tak pernah lepas dari sorotan. Dari data yang dimiliki LBH Jakarta, kata Arif, pada rentang Januari hingga September 2023, Kompolnas telah menerima 1.150 saran dan keluhan dari masyarakat, di antaranya 1.098 mengenai pelayanan buruk. “Kritik, aduan, serta protes dari masyarakat selalu muncul karena buruknya pelayanan perlakuan diskriminatif, hingga penyalahgunaan wewenang,” ucap Arif.
Apalagi, lanjut Arif, hasil penelitian LBH Jakarta dan MaPPI FH UI menemukan ada 1.144.108 perkara yang diterima pada 2012-2014, dan dari jumlah tersebut hanya 645.780 yang diproses. “Dari jumlah itu sebanyak 386.766 dilengkapi surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dan diterima kejaksaan dalam lingkup pidana umum, sedangkan sisanya, 255.618 perkara masih mengendap dan 44.273 perkara diduga hilang begitu saja,” katanya.
Arif berharap revisi KUHAP hendaknya dapat menghapus problem yang terjadi secara faktual di proses penyidikan. Masalah tersebut, antara lain, salah tangkap, intimidasi dalam proses pemeriksaan, penyiksaan, rekayasa kasus, rekayasa bukti pemerasan, dan penghalangan bantuan hukum. Ada pula manipulasi bantuan hukum, penolakan laporan, tidak boleh menghadirkan saksi/ahli, praktik berita acara interview dan klarifikasi (pemaksaan pemberian keterangan BAP, pemaksaan tanda tangan), keterbukaan ruang sidang hingga independensi peradilan.
Pengamat kepolisian dari ISESS Bambang Rukminto menilai penambahan kewenangan penyidik kepolisian, seperti beredar dalam draf RUU KUHAP, berpotensi memberikan kewenangan absolut. Bambang juga menyoroti sejumlah pasal dalam RUU KUHAP, salah satunya Pasal 16 (1), yang mana penyidikan memungkinkan untuk dilakukan tanpa harus terlebih dahulu memberitahu penuntut umum. “Hal ini menghilangkan prinsip check and balance dalam sistem peradilan pidana,” katanya.
Bambang juga menyoroti Pasal 94, 22 (1) dan 2, serta 69 (1), dengan substansi penyidik dapat menawarkan kepada tersangka atau terdakwa yang perananannya paling ringan untuk menjadi saksi mahkota dalam perkara yang sama. Dia lantas mengingatkan semangat revisi KUHAP ialah membangun perlindungan hak-hak warga negara dari upaya abuse of power, baik dari penyidik, penuntut, maupun kekuasaan kehakiman.
“Selama ini nyaris terkait penyidikan itu kontrol pengawasannya tidak ada. Revisi KUHAP ini harus memberikan ruang untuk kontrol dan pengawasan. Siapa yang mengawasi siapa itu penting. Entah nanti dalam KUHAP pengawasannya dalam bentuk koordinasi, dominus litis pada kejaksaan atau hakim komisioner, itu penting. Kalau tidak, kesewenang-wenangan yang selama ini terjadi oleh penyidik kepolisian akan terus terjadi,” ungkapnya.
Revisi KUHAP diharapkan dapat menghapus masalah yang terjadi secara faktual di proses penyidikan
- Prof Agus Surono: Jangan Biarkan Satu Institusi Menjadi 'Superbodi'
- Revisi KUHAP, Akademisi FHUI Sebut Penguatan Dominus Litis Meningkatkan Efektivitas Gakkum
- RUU KUHAP Diminta Kedepankan Prinsip Check and Balance
- Akademisi Mendesak Supaya Dominus Litis jadi Bagian RUU KUHAP
- Akademisi di Unimuda Sorong Nilai Asas Dominus Litis Perlu Pengawasan Ketat
- RUU KUHAP Diharapkan Bisa Menutup Peluang Penyalahgunaan Kewenangan