Revisi PP 109 Dinilai Sebagai Agenda Asing Untuk Mematikan Industri Hasil Tembakau
jpnn.com, JAKARTA - Komite Nasional Pelestarian Kretek menyuarakan keresahan mereka terkait proses revisi PP 109.
Di mana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 menyoal tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Revisi PP 109 dinilai sebagai agenda asing untuk mematikan industri hasil tembakau (IHT) yang menjadi tumpuan penghidupan bagi lebih dari 6 juta masyarakat Indonesia pada 2018. Industri ini berkontribusi lebih dari Rp200 triliun kepada pendapatan negara, yang di antaranya berasal dari cukai IHT.
“Saat ini banyak sekali persoalan yang dihadapi petani tembakau dan pengusaha Sigaret Kretek Mesin (SKT) utamanya terkait aturan. Mulai dari cukai, hingga penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan revisi PP 109. Pemerintah, khususnya Kemenkes sepertinya tidak memikirkan nasib kami dan ratusan ribu pekerja yang bergantung pada pabrikan rokok," kata Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) Muhamad Nur Azami.
Semestinya, kata dia, para LSM antirokok tersebut harus cukup kritis mempertanyakan motivasi organisasi asing yang mengucurkan dana jutaan dolar untuk menghancurkan mata pencaharian jutaan masyarakat Indonesia.
Terkait wacana revisi PP 109, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian (Kementan), Agus Wahyudi mengaku khawatir jika pembahasan terus dilakukan tanpa melibatkan instansinya, maka pihaknya akan kesulitan menjalankan program peningkatan produksi tembakau nasional.
Agus mencatat, sepanjang 2018 lalu jumlah produksi tembakau nasional mencapai 182 ribu ton. Sementara kebutuhan tembakau nasional dari IHT mencapai 320 ribu ton.
“Jadi ada gap cukup besar hampir 140 ribu ton yang ditutup dengan tembakau impor. Ini tentunya menjadi tambahan defisit bagi neraca perdagangan kita. Karena itu Kementan menjalankan program substitusi impor tembakau dengan mendorong produksi dalam negeri melalui kemitraan, sehingga targetnya produksi nasional bisa bertambah 100.000 ton. Jadi sebelum merevisi suatu kebijakan, harus diperhatikan juga multiplier effect-nya kepada seluruh stakeholder terkait,” kata Agus.
Semestinya para LSM antirokok tersebut harus cukup kritis mempertanyakan motivasi organisasi asing yang mengucurkan dana jutaan dolar untuk menghancurkan mata pencaharian jutaan masyarakat Indonesia.
- Luruskan Laporan Media, AMTI Tegaskan Tidak Pernah Merilis Pernyataan Resmi soal PPN
- Ini Alasan Pemerintah Tak Naikkan CHT dan Lakukan HJE Rokok di 2025
- Buruh Tolak Aturan Turunan UU Kesehatan, Khawatir Bakal Matikan IHT
- Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Kecam Hadirnya RPMK dan PP 28/2024
- Petani Tembakau Mendesak Kemenkes Batalkan Rancangan Permenkes & Revisi PP 28/2024
- Industri Hasil Tembakau Merugi, Penerimaan Negara Bakal Terancam