Revolusi Oktober Di Kampung Belanda Depok

Revolusi Oktober Di Kampung Belanda Depok
Halaman 2 koran Penjoeloeh, edisi 25 Oktober 1945 memberitakan Peristiwa Gedoran Depok. Semasa itu selain perang fisik, juga terjadi perang propaganda melalui media massa. Dari caranya memberitakan bisa ditebak, koran ini ada di pihak mana. Foto: Dok.Wenri Wanhar/JPNN.com.

Samin Sanan, warga RT 03/05 Kelurahan Tanah Baru, Beji juga belum melupakan peristiwa bersejarah itu. Dia mengaku ada di garis depan saat Peristiwa Gedoran. 

“Sayalah orang yang membongkar gembok gerbang gedong padi (gemeente bestuur--red). Saya tebas gembok besar itu pakai golok. Satu tebasan…saaaap! Putus itu,” kenangnya seraya memperagakan sedikit gerakan silat.

Malam harinya, orang-orang yang melakukan penyerangan berkeliaran di jalan-jalan di sekitar wilayah Depok, terutama di Kerkstraat (sekarang Jl. Pemuda), pusat Kota Depok tempo dulu. 

“Sewaktu-waktu mereka membunyi-bunyikan tiang listrik, pertanda kode sesama mereka. Saya tak tahu apa itu artinya. Itu malam paling gawat,” kata Opa Yoti.

Terkait bunyi-bunyian yang dimaksud Opa Yoti, Budayawan Depok, C. Supandi menjelaskan maknanya. “Kalau bunyi kentongan tiga kali tiga kali itu namanya titir, artinya tanda kalau telah terjadi pembunuhan. Kalau bunyinya saling sahut-sahutan itu pertanda sedang ada yang dikejar atau siap siaga.”

Malam itu, seluruh anggota keluarga Presiden Depok, termasuk Opa Yopi yang kala itu berusia 23 tahun tidak bermalam di rumah. Mereka bersembunyi di sawah dan kebon belakang rumah. Hal serupa juga dilakukan kaum Belanda Depok lainnya.

Benar saja, malam itu beberapa orang yang bermalam di rumah tewas terbunuh. Di antaranya, keluarga De Bruin, peranakan Indo yang rumahnya di depan Bioskop Misbar Depok (sekarang Puri Agung). Lalu Augus Soedira yang tinggal di dekat Lapangan Kamboja.

Esok harinya, 12 Oktober 1945 pagi kaum Belanda Depok diserang lagi oleh laskar rakyat. “Malam itu kita tidak ada yang tidur. Kita ketakutan bukan main. Pagi harinya pulang ke rumah. Pagi itu juga mereka menyerang lagi,” kenang Opa Yoti.

DI tengah setuasi revolusioner paska Proklamasi ditambah pula kecemburan sosial terhadap kaum tuan tanah Belanda Depok yang diistimewakan pada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News