Revolusi Prancis

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Revolusi Prancis
Suporter Timnas Prancis membawa foto Kylian Mbappe. Foto: REUTERS/Bernadett Szabo

Setelah revolusi sukses, muncullah Napoleon Bonaparte (1769-1821) yang mengambil alih kekuasaan dan kemudian mengangkat dirinya sendiri sebagai kaisar. Penguasa baru Prancis yang juga dikenal sebagai Napoleon I itu adalah seorang pemimpin militer yang mempunyai ambisi besar untuk melakukan ekspansi ke seluruh dunia.

Dalam waktu singkat, Napoleon bisa menguasai Eropa, lalu memperluas wilayah jajahannya ke Afrika. Setelah merebut kekuasaan politik di Prancis dalam kudeta 1799, ia memahkotai dirinya sebagai kaisar pada 1804.

Cerdik, ambisius, dan ahli strategi militer yang terampil, Napoleon berhasil melancarkan perang melawan berbagai koalisi negara-negara Eropa dan memperluas kerajaannya.

Namun, setelah invasi ke Rusia yang berujung kekalahan pada 1812, Napoleon turun takhta dua tahun kemudian, lalu diasingkan ke Pulau Elba. Pada 1815, ia bisa kembali merebut kekuasaan.

Akhirnya setelah kekalahan telak di Pertempuran Waterloo, Napoleon turun takhta sekali lagi. Selanjutnya, dia diasingkan ke pulau terpencil, Saint Helena, sampai meninggal pada usia 51.

Akan tetapi, Napoleon juga dikenal sebagai pemimpin yang menyebarkan tradisi ilmu pengetahuan ke negara jajahan Prancis, terutama Afrika. Ia melakukan invasi ke Mesir dan merebutnya dari penguasa Utsmaniyah.

Napoleon tidak hanya membawa tentara. Dia juga membawa para ilmuwan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang memberi pencerahan di Mesir dan Afrika.

Prancis juga menjajah Maroko dan Aljazair dan memajukan ilmu pengetahuan di dua negara Afrika Utara itu. Lahirlah banyak ilmuwan dan filosof Prancis di Maroko maupun Aljazair.

Hakimi dan Mbappe boleh saja bersahabat akrab, tetapi di atas lapangan keduanya akan saling mengunci dan mengalahkan demi kejayaan negara masing-masing.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News