RI Belum Merdeka di Bidang Pangan dan Energi
jpnn.com - JAKARTA – Hari ini Indonesia genap 69 tahun mengecap kemerdekaan dari cengkeraman penjajah. Namun, dari kacamata ekonomi, Indonesia sejatinya belum sepenuhnya lepas dari belenggu asing.
Ekonom yang juga Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menyatakan, dua hal yang menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi pemerintahan Indonesia mendatang adalah kedaulatan pangan dan energi. ’’Ketergantungan terhadap asing di sektor ini kian parah,’’ ujarnya Sabtu (16/8).
Ironis memang. Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris yang terhampar di zamrud khatulistiwa selama bertahun-tahun belum berhasil mencukupi kebutuhan pangan warganya sehingga terus bergantung pada impor dari luar negeri. Parahnya, kata Enny, komoditas pangan yang diimpor adalah bahan pangan pokok yang banyak dikonsumsi masyarakat. ’’Beras, gandum, jagung, kedelai, sapi hidup, dan susu,’’ ungkapnya.
Derasnya impor bahan pangan membuat neraca dagang di sektor itu terpuruk. Berdasar data Kementerian Pertanian, nilai defisit neraca perdagangan terjadi pada komoditas bahan pokok utama, yakni beras segar dan olahan. Pada 2012, makanan pokok sebagian besar rakyat tersebut tercatat defisit USD 1,00 miliar dan pada 2013 mengecil menjadi USD 244,66 juta.
Lalu, jagung pada 2012 mencatat defisit USD 542,58 miliar dan pada 2013 membengkak menjadi USD 936,22 miliar. Selanjutnya, kedelai yang menjadi bahan utama tahu-tempe yang merupakan lauk mayoritas masyarakat Indonesia pada 2012 menderita defisit USD 1,32 miliar dan pada 2013 mencapai USD 1,11 miliar. ’’Sapi dan susu juga mencatat defisit neraca dagang ratusan juta dolar,’’ ungkapnya.
Menurut Enny, ketergantungan impor pangan masih bisa ditoleransi jika terjadi pada komoditas yang tidak bisa diproduksi di Indonesia seperti gandum. Selama ini, 100 persen kebutuhan gandum Indonesia berasal dari impor yang pada 2013 mencapai 7,26 juta ton. ’’Tapi, untuk beras, jagung, maupun sapi, mestinya bisa diproduksi di dalam negeri,’’ tegasnya.
Dia menyatakan, jika pemerintah mau bekerja keras, sebenarnya ada opsi untuk mengembangkan bahan pangan sebagai substitusi gandum. Misalnya, tepung cassava yang banyak terdapat di wilayah sepanjang pantai selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Menteri Pertanian Suswono menyebutkan, salah satu permasalahan mendasar di sektor pertanian adalah defisit lahan pertanian. Berdasar data, setiap tahun pemerintah hanya mampu mencetak lahan sawah baru 38.000 hektare, sedangkan alih fungsi lahan pertanian mencapai 100 ribu hektare per tahun. ’’Penyebabnya klasik, kita sulit mencari lahan baru yang bisa dijadikan areal pertanian,’’ ujarnya.
JAKARTA – Hari ini Indonesia genap 69 tahun mengecap kemerdekaan dari cengkeraman penjajah. Namun, dari kacamata ekonomi, Indonesia sejatinya
- KAI Logistik Beri Diskon Spesial Pengiriman Paket & Sepeda Motor
- Komisi XI DPR RI Desak Apple Bertanggung Jawab Atas Ketimpangan Pendapatan dan Investasi di Indonesia
- Gandeng Pengusaha Lokal, Tangkas Motor Listrik Ekspansi ke Jawa Timur
- Majoo Expert Solusi Nyata untuk Para Pelaku Usaha di Indonesia
- BNI Culture Fest 2024: Transformasi Dalam Membangun Budaya Kerja & Kinerja
- Dampingi Prabowo Bertemu PM Trudeau, Menko Airlangga: Ini Mampu Tingkatkan Perdagangan