Ribka Kritisi Penghentian Beasiswa: Masa Depan Dokter Dipersulit, Rakyat Ditumbalkan

Ribka Kritisi Penghentian Beasiswa: Masa Depan Dokter Dipersulit, Rakyat Ditumbalkan
Ketua DPP PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning. Dokumentasi DPP PDIP

jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPP PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning mengecam keras keputusan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menghentikan sementara rekrutmen beasiswa pendidikan dokter spesialis dan subspesialis pada 2025. Ia menilai kebijakan ini semakin memperparah ketimpangan jumlah dokter di Indonesia.

"Ini betul-betul kebijakan yang sangat ngawur. Rasio antara kebutuhan dokter dengan rakyat Indonesia masih jomplang jauh, kok, malah dihentikan? Harusnya justru ditambah, bukan dikurangi," kata Ribka saat dihubungi, Rabu (19/2).

Menurutnya, biaya pendidikan kedokteran yang mahal sering kali membuat dokter membebankan biaya ke pasien sebagai bentuk balas dendam. Ia khawatir penghentian beasiswa ini justru memperparah komersialisasi layanan kesehatan.

"Kalau sekolah kedokteran mahal, ya, dokter nanti cari cara buat balik modal. Memeras pasien, gitu, loh. Saya sering bilang, dokter lebih jahat dari polisi. Polisi menilang orang sehat, dokter menilang orang sakit," kata dia.

Mantan Ketua Komisi IX DPR RI ini mencontohkan negara-negara sosialis yang memberikan pendidikan kedokteran gratis, sehingga dokter lebih berorientasi pada pengabdian masyarakat dibanding keuntungan pribadi.

"Di negara-negara sosialis, sekolah kedokteran itu gratis. Makanya dokter-dokternya mengabdi ke rakyat, mencintai pasien lebih dari dirinya sendiri. Karena mereka merasa dibiayai negara," tambahnya.

Ia juga menyinggung kebijakan pemerintah yang mengalokasikan dana untuk program makan bergizi gratis (MBG) bagi siswa SMA, sementara anggaran pendidikan dokter justru dipangkas.

"Lebih baik uangnya dipakai untuk pendidikan, termasuk sampai spesialis, daripada buat makan gratis yang tidak jelas manfaatnya. Kalau mau kasih makan gratis, fokus ke ibu hamil dan anak baduta biar enggak stunting," tegasnya.

Menurutnya, biaya pendidikan kedokteran yang mahal sering kali membuat dokter membebankan biaya ke pasien sebagai bentuk balas dendam.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News