Rieke Tak Sepakat 22 Desember Disebut Hari Ibu
Melainkan Hari Kebangkitan Politik Perempuan Indonesia
Jumat, 23 Desember 2011 – 06:03 WIB

Rieke Tak Sepakat 22 Desember Disebut Hari Ibu
JAKARTA - Politisi PDIP Rieke Diah Pitaloka punya pandangan sendiri mengenai peringatan 22 Desember yang jatuh kemarin. Di tengah hiruk pikuk masyarakat yang secara umum memahaminya sebagai hari istimewa untuk lebih "menghormati dan membahagiakan" seorang ibu, Rieke mengingatkan peristiwa politik bersejarah yang melatarbelakanginya.
"Tak elok rasanya kalau penetapan peringatan sebuah tanggal dilepaskan dari peristiwa sejarah yang melatarbelakanginya," kata Rieke di Jakarta, kemarin (22/12).
Baca Juga:
Dia menyampaikan, setelah Sumpah Pemuda 1928, pada tanggal 22 ?25 Desember 1928 digelar Kongres Perempuan Indonesia I di Jogjakarta. Kongres itu menghasilkan tiga tuntutan kepada pemerintah kolonial masa itu. Di antaranya penambahan sekolah untuk anak-anak perempuan dan syarat bagi pernikahan, diberikannya keterangan taklik (janji dan syarat-syarat perceraian).
Peristiwa yang terjadi pada 22 Desember itu dianggap sebagai tonggak terlibatnya perempuan dalam kancah politik Indonesia. "Makanya, Bung Karno menetapkan 22 Desember sebagai hari Kebangkitan Perempuan Indonesia dalam Politik," tegasnya.
JAKARTA - Politisi PDIP Rieke Diah Pitaloka punya pandangan sendiri mengenai peringatan 22 Desember yang jatuh kemarin. Di tengah hiruk pikuk masyarakat
BERITA TERKAIT
- Momen Hari Kartini, Andini Anissa Jadi Perempuan Pertama Peraih Gelar Kubestronaut
- Kiprah Kartini Hulu Migas Membangun Ketahanan Energi untuk Negeri
- Bantu Nelayan, HNSI Dorong Pemerintah Pakai Teknologi Alternatif
- KSPSI Dorong Indonesia Meratifikasi Konvensi ILO 188 untuk Perlindungan Awak Kapal Perikanan
- Dendi Budiman: Miskinkan Hakim dan Pengacara Terlibat Suap Rp 60 Miliar
- Gibran Buat Konten Bonus Demografi, Deddy PDIP: Jangan Banyak Bikin Video, Kerja Saja