Riset 22 Tahun, Nyaris Mati Sembilan Kali

Riset 22 Tahun, Nyaris Mati Sembilan Kali
PERJUANGAN PANJANG: Iwan Gayo dan buku kebanggaannya yang siap diekspor. Foto: Bayu Putra/JAWA POS
Pada masa jayanya, melalui penjualan masterpiece Buku Pintar yang hingga kini terus dicetak, Iwan memang meraup materi yang sangat signifikan. "Tetapi, saya akui, saya tidak pintar mengelola uang. Uang datang, lalu habis. Kecuali yang jadi tanah ini," ujarnya.

Penjualan tanah tersebut sejatinya merupakan opsi pemungkas untuk penerbitan buku ensiklopedia Islam-nya itu. Dia sempat mengajak kerja sama pihak-pihak tertentu untuk menerbitkan buku setebal 1.264 halaman tersebut. Tapi, tidak ada yang merespons.

"Sampai akhirnya, saya ingat Pak Dahlan (Menteri BUMN Dahlan Iskan, Red). Saya betul-betul mengidolakan beliau. Dami bukunya lalu saya bawa ke kantor BUMN agar beliau membacanya. Tetapi, beliau tidak ada. Lalu, saya titip sekuriti. Tetapi, saya yakin titipan itu tidak sampai ke tangan beliau. Mungkin sekuriti itu lupa," ungkapnya lantas tertawa.

Maka, jalan terakhir yang ditempuh adalah menjual sebagian tanahnya. Sebab, biaya yang dibutuhkan untuk menerbitkan buku babon itu sangat besar. Meski demikian, Iwan mengaku bahwa penjualan tanah tersebut sepadan dengan pengorbanan selama 22 tahun perjuangannya menyusun buku itu.

BERAWAL dari doa di depan Kakbah pada 1989, Iwan Gayo akhirnya berhasil menyelesaikan buku karyanya yang diklaim sebagai salah satu ensiklopedia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News