Riset Nafas: Masih Banyak yang Salah Kaprah Terkait Kualitas Udara
Meski begitu, literasi tentang polusi udara masih sangat rendah, padahal kualitas udara yang bersih mempengaruhi kualitas hidup manusia.
“Hal ini sekaligus jadi indikasi betapa pentingnya meningkatkan pengetahuan dan edukasi masyarakat agar upaya bersama untuk mewujudkan kualitas udara yang lebih baik. Untuk itu, kami mengajak seluruh elemen masyarakat, komunitas, dan pemerintah, untuk dapat bersama-sama peduli terhadap dampak polusi udara bagi kita,” imbuhnya.
Co-founder & Chief Growth Officer Nafas Piotr Jakubowski menyampaikan, hasil riset Nafas menunjukkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), selama pandemi Covid-19 pada 2021, ternyata juga tidak mengurangi polusi udara ataupun memperbaiki kualitas udara di Jabodetabek.
”Juni bulan di mana PPKM sudah mulai diperketat dikarenakan meledaknya kasus Covid di Indonesia. Namun, tidak ada satu hari pun pada Juni yang mencapai kategori udara baik,” bebernya.
Buruknya kualitas udara selama PPKM Darurat, menurut Piotr, bukan hanya karena kendaraan bermotor.
Beberapa faktor lain yang menyebabkan kualitas udara selama PPKM relatif buruk karena kegiatan yang bersifat antropogenik masih terjadi di masyarakat.
“Cuaca yang minim intensitas hujan deras dan berangin kencang juga berpengaruh terhadap buruknya kualitas udara selama PPKM darurat,” jelasnya.(chi/jpnn)
Kualitas udara di area hijau, yang banyak tumbuh pepohonan ternyata tidak selalu bersih atau bebas dari polusi udara.
Redaktur & Reporter : Yessy
- Musim Hujan, Tetapi Kualitas Udara Jakarta Masih 20 Besar Terburuk di Dunia
- 12 Jurus Ridwan Kamil Atasi Polusi di Jakarta
- Pemerintahan Prabowo-Gibran Soroti Pengendalian Polusi di Jabodetabek
- Pemerintah Diminta Prioritaskan BBM Rendah Sulfur untuk Perbaiki Kualitas Udara
- KPBB Dorong Produksi BBM Euro 4, Pertamina Dianggap Kunci Pengurangan Polusi
- Ibu-Ibu Serukan Perbaikan Udara di Pilkada Jakarta 2024