Riuh Sepi
Oleh: Dahlan Iskan
''Kami sudah telanjur Ganjar''.
Ngobrol saya sering terganggu mereka yang nimbrung: minta foto. Mereka banyak yang mengingatkan: ''Masak lupa, saya alumni program Bank Mandiri".
Bank Mandiri memang punya program legendaris untuk pekerja migran di Hong Kong: melatih mereka jadi wirausaha.
Latihan hari itu ditutup dengan tari Black Pink. Yang lagunya tetap bahasa Korea tapi musiknya diganti gamelan jaranan kepang.
Senja tiba. Mereka bubar. Saya celingukan gamang: mau ke mana, mau makan apa. Tanpa Robert Lai saya tidak tahu apa-apa di Hong Kong. Saya pun telepon Robert yang lagi menemani istri di Singapura: saya harus makan apa, dan itu di mana.
Robert baru bisa keluar Singapura bulan Desember. Sejak Covid ia tidak mau ke mana-mana. Ia minta saya ke Hong Kong lagi Desember. ''Asal jangan tanggal 15-16,'' kata saya. Ia setuju akhir Desember bertemu di Hong Kong, tanah kelahirannya.
Hati begitu sepi di Hong Kong yang begitu ramai. Saya menyesal mengapa transit di Hong Kong, tetapi...ya sudah. Toh beberapa jam lagi sudah boarding ke Tianjin.
Ini kali kedua, setelah Covid, saya ke Tiongkok. Saya sudah tahu ada perubahan prosedur di bandara Tiongkok: sebelum proses imigrasi harus lolos dokumen kesehatan dulu.