Rizal Ramli Beri Rapor Merah untuk Capaian Ekonomi Indonesia, Sentil Sri Mulyani
jpnn.com, JAKARTA - Ekonom senior Rizal Ramli memberikan rapor merah terhadap capaian ekonomi Indonesia tahun 2020.
Selain faktor eksternal berupa pandemi Covid-19, rapor merah itu tidak terlepas dari faktor internal di jajaran kabinet Indonesia Maju.
Terkait faktor internal, Rizal menyinggung kesemrawutan kebijakan fiskal di bawah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Satu di antaranya terkait dengan utang.
Menko Ekuin era pemerintahan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur itu mengungkapkan, Sri Mulyani memberikan keuntungan kepada kreditor dengan membuat bunga utang yang cukup tinggi.
"Misalnya, di bank ada yang mau pinjam kredit (bunga) pinjamannya 15 persen. Para pengusaha datang ajukan kredit, mereka negosiasi jangan 15 persen tetapi 12-13 persen. Tetapi ada satu negara yang datang mau bayar bunga 17-18 persen, dua persen lebih mahal dari pasar selama sepuluh tahun," beber Rizal Ramli dalam keterangan resminya kepada awak media, Sabtu (26/12).
Kebijakan utang dengan bunga yang tinggi seperti itu, kata Rizal Ramli, tidak dilakukan oleh negara tetangga seperti Singapura hingga Jepang dan China.
"Jangan main-main. Perbedaan, selisih bunga dua persen saja selama sepuluh tahun. Misalnya pinjam sepuluh dolar, dua persennya itu tambahan bunganya itu sepertiganya. Siapa yang bayar? Rakyat," ujar Rizal Ramli yang juga mantan anggota tim panel bidang ekonomi PBB itu.
Selain itu, Rizal juga melihat kebijakan tax holiday bagi para pengusaha besar. Hal itu menurut dia justru membuat cekak penerimaan negara.
Rizal juga menyinggung kesemrawutan kebijakan fiskal Menkeu Sri Mulyani Indrawati, satunya soal utang.
- Anak Buah Sri Mulyani Klaim Kondisi Perkonomian Indonesia Tetap Stabil jika PPN 12 Berlaku
- Buntut PPN 12 Persen, Pemerintah Bebaskan PPH ke Pekerja Padat Karya
- Ternyata Daging hingga Listrik Kena PPN 12 Persen, Begini Kriterianya
- Tarif PPN Resmi jadi 12 Persen, Sri Mulyani: Masih Relatif Rendah
- Kemendagri Tekankan Pentingnya Perbaikan Sistem Perizinan untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi
- Menkeu: APBN Defisit Rp 401 Triliun