Rohingya, Mencari Tempat Berlindung
Oleh: Eva Nila Sari - Pegawai Komnas HAM

Akan tetapi, warga Rohingya hanya mendapatkan kartu identitas warga asing yang membatasi mereka dalam mengkakses hak atas pekerjaan dan pendidikan.
Pada 1982, Junta Militer Burma menerbitkan undang-undang tentang tiga bentuk kewarganegaraan yang menutup kesempatan bagi warga Rohingya mendapatkan status sebagai warga negara.
Junta militer juga memosisikan Rohingya sebagai penduduk Bangladesh yang masuk ke Myanmar secara ilegal.
Sungguhnya kebijakan yang didukung oleh kesepakatan repatriasi Pemerintah Bangladesh dan Myanmar pada 1979 itu merupakan pengembalian pengungsi Rohingya ke Myanmar karena ketidaksanggupan Pemerintah Bangladesh menampung para pengungsi tersebut.
Pada 1990-an, etnis Rohingya diberi kartu identitas (white card) yang memberikan hak terbatas. Namun, kartu itu tidak berlaku sebagai bukti kewarganegaraan.
Perlawanan Itu Akhirnya Terjadi
Yang tertinggal tak sanggup menahan derita yang mendalam. Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) akhirnya melakukan serangan berdarah atas sejumlah pos polisi dan tentara pada 2017.
Junta Militer Myanmar merespons serangan itu dengan menyatakan ARSA sebagai kelompok teroris, sekaligus meluncurkan aksi balasan berskala besar yang brutal, bahkan menarget warga sipil.
Pemerintah Bangladesh sendiri mengaku kewalahan dengan arus pengungsian Rohingya yang begitu intensif.
- Komnas HAM Kecam KKB yang Bunuh Pendulang Emas di Papua
- Komnas HAM Minta Polisi Hadirkan 2 Paslon Pilkada Puncak Jaya
- UNHCR Khawatirkan Nasib Jutaan Pengungsi Terdampak Efisiensi Anggaran
- Teror ke Tempo Dianggap Melanggar HAM, Polisi Diminta Usut Secara Transparan
- Komnas HAM Menyelidiki Kericuhan saat Rapat RUU TNI
- Dinilai Memicu Segudang Masalah, PSN Merauke Tuai Kritik Keras