Rokok Murah Marak, Kualitas SDM di Indonesia Terancam
“Bila tidak ada pengaturan harga, perusahaan masih punya ruang untuk memainkan harga untuk menjual rokok dengan harga yang cukup murah. Karena biasanya pabrikan besar itu punya modal dan kapasitas produksi yang besar sehingga bisa menekan harga yang cukup rendah,” kata Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal Febri Pangestu.
Febri juga memastikan soal pengawasan harga, Kemenkeu melakukan pemantauan secara berkala.
“Untuk pengawasan harga rokok, Dirjen Bea Cukai melakukan monitoring HTP per tiga bulan, dari warung, swalayan, minimarket, untuk melihat tingkat harga apakah sudah bergerak atau disesuaikan dengan cukai,” katanya.
Sebelumnya kata Febri, terjadi peningkatan konsumsi rokok pada masyarakat selama pandemi karena beralihnya masyarakat ke rokok murah.
Menurutnya konsumsi rokok memang bersifat inelastis karena dampak harga yang menyebabkan konsumen rokok memiliki pilihan antara berhenti, mengurangi, atau mencari alternatif rokok yang lebih murah.
Keberadaaan rokok murah di pasaran menjadi salah satu pemicu tingginya tingkat konsumsi rokok masyarakat Indonesia. Tidak heran jika dari tahun ke tahun prevalensi perokok di Indonesia terus meningkat, khususnya perokok anak dan remaja.(chi/jpnn)
Selama ini beban akibat rokok dinilai menimbulkan masalah dalam pencapaian SDM yang produktif dan berkualitas sesuai target RPJMN 2020-2024.
Redaktur & Reporter : Yessy
- Creative Classroom Indonesia Dukung Anak Muda Upgrade Diri untuk Mewujudkan SDM Unggul
- Selandia Baru Menuju Negara Tanpa Rokok 2025, Indonesia Juga Bisa
- Metode THR Dinilai Mampu Menyelamatkan 4,6 Juta Nyawa di Indonesia dari Rokok
- Awal Tahun, Bea Cukai Madura Tindak 5 Juta Batang Rokok dan Ratusan Liter MMEA Ilegal
- Begini Dukungan TASPEN Terhadap Pengembangan SDM & Olahraga di Indonesia
- Dukung UMKM Berkembang, Jamkrindo Cetak Ahli Penjaminan