Rosihan Anwar
Pribadi Gabungan Wartawan, Diplomat, dan Politikus
Jumat, 15 April 2011 – 01:51 WIB
PERTEMUAN saya terakhir dengan tokoh wartawan H Rosihan Anwar yang meninggal dunia kemarin pagi itu terjadi enam bulan lalu. Yakni, ketika saya datang ke rumahnya di Jalan Surabaya, di kawasan Menteng, Jakarta, untuk melayat kematian istrinya. Itulah untuk kali pertama saya ke rumah almarhum. Saya tertegun melihat lokasi rumahnya dan lebih-lebih melihat rumahnya. Bangunan rumahnya sendiri menguatkan kesan terpinggirkan itu. Rumah tua yang kurang lebih hanya tipe 200 m2 yang terlihat tidak pernah disentuh oleh renovasi. Kawasan itu, dan bangunan rumah itu, seperti mencerminkan sikap dan penampilan Pak Rosihan sehari-hari yang tua dan sederhana.
Selama ini saya hanya tahu bahwa Pak Rosihan, begitu biasa kami memanggil beliau, rumahnya di Menteng. Menteng adalah lambang kementerengan dan simbol elitisme kawasan di Jakarta. Kalau disebutkan tinggal di Menteng, konotasi yang muncul langsung "rumah gedongan", di kawasan yang sangat elite yang teduh.
Tapi, meski di kawasan Menteng, kawasan rumah Pak Rosihan tidak termasuk yang tergambar itu. Kawasan rumah ini terpinggirkan oleh keadaan. Di pinggir jalan rumah itu berderet bangunan setengah permanen untuk pedagang kecil. Di belakang deretan bangunan yang bergandeng-gandeng itu terdapat sebuah sungai yang kotor dan berbau. Rumah beliau ada di sebelah sungai itu. Dengan demikian, kalau dilihat dari "Menteng", seperti tersembunyi di baliknya.
Baca Juga: