Rosihan Anwar
Pribadi Gabungan Wartawan, Diplomat, dan Politikus
Jumat, 15 April 2011 – 01:51 WIB
Pak Rosihan memang sangat kritis kepada penguasa di sepanjang hidupnya, tapi tidak sampai menjadi pemberontak. Dia mengkritik keras pemerintah, tapi masih mau datang kalau diundang ke istana. Kedatangannya ke istana itu pun tidak untuk mengambil hati penguasa, tapi untuk menjalankan profesionalisme tugas jurnalistiknya.
Karena itu, belum pernah saya melihat Pak Rosihan berubah sikap. Dia memang mau datang ke istana (zaman presiden siapa pun), tapi tidak ada nada berusaha menarik simpati pihak istana. Setiap mendapat kesempatan berbicara, selalu dia lebih dulu memuji sang presiden. Setelah itu dia mengkritiknya dengan keras melalui bahasa yang penuh dengan sinisme, tapi tidak kasar.
Praktis, saya melihat Pak Rosihan merupakan pribadi gabungan antara wartawan, diplomat, dan politikus. Sebagai wartawan beliau telah menjadi tokoh utama, tapi gagal menjadi pemilik media terkemuka di sepanjang zaman. Beliau sempat memiliki harian yang sangat bergensi pada zaman itu, Harian Pedoman. Tapi, koran ini tidak berumur panjang karena diberangus penguasa.
Sebagai diplomat beliau tidak sempat mendapat kepercayaan menjadi duta besar sebagaimana wartawan senior Saban Siagian atau Djoko Susilo. Atau beliau mungkin tidak mau "didutabesarkan". Sebagai politikus beliau tidak sampai punya panggung di pemerintahan seperti Harmoko, karena beliau memosisikan diri tidak mau seperti itu.
PERTEMUAN saya terakhir dengan tokoh wartawan H Rosihan Anwar yang meninggal dunia kemarin pagi itu terjadi enam bulan lalu. Yakni, ketika saya datang
BERITA TERKAIT