Ruang 48
Oleh: Dahlan Iskan
Sambil menunggu waktu, saya mencari tahu di mana letak kamera monitor di ruang itu. Di dinding tidak ada. Di plafon ada kisi-kisi penyedot udara, kisi-kisi AC, neon panjang dua buah, sprinkle pemadam kebakaran, pendeteksi asap, dan satu benda warna biru mirip lampu. Mungkin yang terakhir itu berisi kamera.
Tak lama kemudian pemeriksa masuk. Lewat pintu di belakang kursi pemeriksa. Ia membawa banyak dokumen. Fotokopi. Diletakkan di meja.
Rupanya meja ini perlu besar, dan panjang, untuk membeber dokumen di situ.
Saya diminta mempelajari dokumen-dokumen tersebut. Tahunnya 2009, 2010, 2011, dan seterusnya.
Tanda tangan saya ada di situ. Baik sebagai dirut PLN maupun sebagai menteri BUMN.
Saya tersenyum kecil. Ada yang agak lucu. Bentuk tanda tangan saya ternyata berubah.
Sewaktu jadi dirut PLN, tanda tangan saya sederhana sekali. Sangat mudah untuk ditiru. Waktu sebagai menteri BUMN, tanda tangan saya lebih rumit.
Saya pun ingat: ada yang mengingatkan saya saat itu. ”Bapak sekarang jadi menteri. Tanda tangannya tidak boleh lagi mudah ditiru,” kata orang itu.
SAYA terlalu cepat tiba: 09.15. Kemarin KPK memanggil saya pukul 10.00. Mobil harus berhenti di pinggir jalan. Hanya mobil khusus yang bisa masuk sampai teras.
- Celeng Banteng
- Sritex Akhir
- 5 Berita Terpopuler: KemenPAN-RB Punya Info Terbaru, Dirjen Nunuk Bergerak Urus Guru Honorer, tetapi Masih Proses
- Mahasiswa Desak KPK Periksa Bupati Daerah Ini
- KPK Jerat 2 Orang sebagai Tersangka Kasus Korupsi PT PP
- Dilaporkan Eks Staf Ahli DPD ke KPK, Senator Rafiq Al Amri: Apa-apaan ini?