Rugikan RI, Tolak Keputusan WTO
Selasa, 29 Juli 2008 – 10:36 WIB
JAKARTA - Forum Konferensi Tingkat Menteri (KTM) yang digelar di Jenewa memasuki babak akhir. Pertemuan yang dijadwalkan hanya berlangsung 21-25 Juli tersebut belum menemukan titik temu. Bahkan, pertemuan itu molor hingga 30 Juli karena berbagai persoalan. Itu setelah delegasi AS bersikap keras dan menolak mekanisme Special Products (SP) dan Special Safeguard Mechanism (SSM) yang sangat penting bagi petani di negara berkembang. Ketua Advocacy Center for Indonesian Farmer Sutrisno Iwantono mengemukakan bahwa delegasi Indonesia harus berani menolak kesepakatan WTO yang merugikan kepentingan nasional. ’’Indonesia dan negara sedang berkembang lain tidak termasuk,’’ lanjutnya. Hal itu membuat Indonesia kehilangan kesempatan untuk memperjuangkan kepentingannya. Jika hanya mendengarkan pendapat 7 negara tersebut sebagai bahan perundingan, lanjutnya, diprediksi bakal kehilangan arah. ’’Demikian juga jika tidak ada mekanisme perlindungan petani dalam bentuk SSM, ketika pasar domestik dihantam membanjirnya komoditi impor, maka bentuk kesepakatan apapun tentu tidak ada manfaatnya bagi kepentingan nasional,’’ imbuhnya.
’’Pertemuan WTO Mini Ministerial di Jenewa berlangsung mengecewakan. Itu berpotensi merugikan kepentingan petani kecil Indonesia,’’ ujarnya di Jakarta. Kondisi ini diperparah dengan proses negosiasi yang berlangsung kurang transparan, terutama ketika dibentuk kelompok perunding berjumlah terbatas 7 negara atau G-7 (Amerika Serikat, Uni Eropa, India, Brazil, Jepang, Australia, dan Tiongkok).
Baca Juga:
Untuk itu, delegasi RI harus meminta agar proses perundingan lebih transparan, mengikutsertakan seluruh unsur, dan mengutakan pendekatan bottom up, bukan didikte negara maju. RI yang juga menjadi juru bicara kelompok G33 harus memaksimalkan posisinya. ’’Kita sangat berkepentingan agar Special Products (SP) dan Special Safeguard Mechanism (SSM) terakomodasi dalam draft modalitas perundingan sektor pertanian,’’ ungkapnya.
Bagi Indonesia, kedua konsep ini merupakan kepentingan sangat mendasar. Jika tidak ada perlindungan terhadap produk-produk khusus yang menyangkut hajat hidup petani dan masyarakat desa, kesepakatan WTO haruslah ditolak.
Baca Juga:
Sangat tidak adil, lanjutnya, jika petani kecil dengan kepemilikan luas lahan rata-rata 0,3 hektare harus bertarung di negara sendiri dengan produk impor hasil pertanian korporasi (bahkan Trans National Corporations) negara maju dengan subsidi negerinya. ’’Hasil akhirnya adalah kemiskinan dan ketertinggalan para petani kita,’’ paparnya.
JAKARTA - Forum Konferensi Tingkat Menteri (KTM) yang digelar di Jenewa memasuki babak akhir. Pertemuan yang dijadwalkan hanya berlangsung 21-25
BERITA TERKAIT
- Gaza Menderita, Otoritas Palestina Tolak Rencana Israel Terkait Penyaluran Bantuan
- Indonesia Merapat ke BRICS, Dubes Kamala Tegaskan Sikap Amerika
- Ngebet Usir Imigran, Donald Trump Bakal Kerahkan Personel Militer
- Trump Bakal Menghukum Petinggi Militer yang Terlibat Pengkhianatan di Afghanistan
- Bertemu Sekjen PBB, Prabowo Tegaskan RI Dukung Penguatan Pasukan Perdamaian di Palestina
- Joe Biden Izinkan Ukraina Pakai Rudal Jarak Jauh AS untuk Serang Rusia