Rumah Merah
Oleh: Dahlan Iskan
Awalnya saya lupa. Sudah begitu lama tidak bersua. ”Oh, saya ingat. Anda pengurus barongsai kan? Kok ada di sini?” jawab saya.
”Ini rumah saya, Pak. Rumah Merah ini sekarang saya yang punya,” katanya. Wow. ”Anda orang Lasem?” tanya saya.
”Ya. Saya lahir di Lasem. Di rumah itu,” jawabnya sambil menunjuk rumah lain. Yang bagian depannya dijadikan toko mebel dan handphone.
Rumah lain itu menghadap ke Jalan Jatirogo. Di arah seberang satay. Pantat rumah lain itu beradu dengan pantat Rumah Merah. Jadilah rumah itu sambung-menyambung: satu pemilik, Rudy Hartono.
Tidak hanya dua rumah itu yang tersambung. Rumah Merah yang di sebelah kanan Rumah Merah juga ia beli. Pun Rumah Merah satunya lagi. Yang di kanannya lagi.
”Jadi, Anda membeli tiga rumah besar berjajar ini?” tanya saya.
”Belinya bertahap. Saya kan bukan orang kaya,” katanya.
Maka, jadilah tiga Rumah Merah di Jalan Karang Turi itu menjadi satu kesatuan. Bagian belakangnya menyatu. Turis bisa masuk dari rumah pertama. Bisa keluar di Karang Turi dari rumah ketiga. Rumah yang di tengah dijadikan hotel.
Sebanyak 18 kamar. Tanpa mengubah desain kamar aslinya.