Rumah Stasiun

Oleh: Dahlan Iskan

Rumah Stasiun
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Boyamin tahu persis semua itu. Dia tergolong orang kaya yang suka naik KRL. Di stasiun tujuan nanti, di Jakarta, dia naik ojek ke kantor. Hampir setiap hari seperti itu. Praktis. Cepat.

Di KRL bisa sambil bekerja pakai HP. Kebalikannya kalau dia naik mobil dari BSD.

Sejak dulu pun yang saya incar memang perumnas. Bekerja sama dengan KAI. Sama-sama BUMN. Akhirnya jadi kenyataan.

Itu sangat baik. Namun, bukan yang terbaik. Pembicaraan antara KAI dan Perumnas terlalu makan waktu. Sama-sama punya ego. Sama-sama ingin dapat keuntungan lebih besar.

Akhirnya orientasinya bisnis. Harus untung. Harus balik modal dengan cepat. Itu tidak salah. KAI dan Perumnas adalah perusahaan, meskipun statusnya BUMN.

Dengan contoh nyata di tiga lokasi itu KAI dan Perumnas sudah memecahkan kebekuan. Tinggal apakah seterusnya masih seperti itu. Atau lebih diarahkan untuk tujuan bernegara yang lebih baik.

Sepanjang pendekatannya tetap bisnis maka berapa pun rumah dibangun tidak bisa memecahkan persoalan kampung kumuh.

Rumah susun kian banyak, tetapi perumahan kumuh tidak berkurang. Kampung miskin tetap jadi warisan dari satu gubernur ke gubernur berikutnya.

Di stasiun Pondok Cina sudah dibangun apartemen 940 unit. Di stasiun Rawa Buntu 1.861 unit. Di Tanjung Barat 1.216 unit.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News