Runtuhnya Dinasti RatuAtut

Ketika diketahui bahwa Wawan bermain dalam menumbangkan hasil pemilihan Bupati di salah satu wilayah di Banten, Lebak –menjadi semakin gamblang bahwa dua bersaudara ini saling bekerjasama. Atut menjadi tersangka kasus korupsi yang bernilai Rp 30 miliar penggelembungan dana pengadaan alat-alat kesehatan (Alkes).
Tuduhan serupa juga menimpa adik ipar Atut (juga istri Wawan) Airin Rachmi Diany, yang menjabat sebagai Walikota Tangerang Selatan. Jika terbukti, anggota keluarga lainnya juga bisa berakhir di jaring KPK.
Sementara di sisi pemerintahan Banten, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menempatkan Rano Karno, Wakil Gubernur Atut yang datang dari PDI-P untuk bertugas menggantikan Atut sementara ‘absen’, meskipun banyak yang meragukan kemampuan mantan aktor ini, namun partainya mendapat keuntungan.
Jadi, akankah skandal korupsi ini akan merusak popularitas “pohon beringin” di kancah nasional?
Pertama, Golkar telah menikmati lonjakan kenaikan peringkat mereka seperti dirilis dalam survey baru-baru ini yang mencapai 17% -level yang mengalahkan Demokrat dan hampir mendekati PDI-P.
Kedua, Golkar memiliki keunggulan institusional atas Demokrat. Terbentuk selama era Suharto, partai ini telah membentuk akar budaya yang mendalam di masyarakat, terutama di luar Jawa.
Ketiga, -tidak seperti Demokrat- dan ini adalah perbedaan yang sangat penting – Golkar jarang didengar menyebarkan slogan “pemerintahan yang bersih” – maka mereka akan bisa menghindar dari kemunafikan karena serentetan skandal di Banten. Pada saat yang sama, partai Golkar telah lama memperlihatkan kemampuannya demi pembangunan dan kesejahteraan provinsi.
Keempat, Golkar tidak tergantung pada satu sosok saja. Mantan pemimpin seperti Jusuf Kalla, Wiranto dan Surya Paloh telah meninggalkan partai ini tanpa mengguncang viabilitas dan popularitas partai. Intinya, para pemimpin Golkar bisa datang dan pergi, dan Atut, bisa dibilang tidak terkecuali.