Rupiah Ditutup Melemah, Ternyata Ini Penyebabnya
jpnn.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah yang diperdagangkan antarbank hari ini melemah karena ekspektasi kenaikan suku bunga Federal Reserve (The Fed).
Rupiah hari ini melemah 11 poin dibandingkan penutupan perdagangan kemarin, menjadi Rp 14.848 per USD.
Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan indeks USD menguat terhadap mata uang lainnya karena data ekonomi yang lemah akibat China mengalami kekeringan dan kekurangan listrik.
Pemerintah China telah mengumumkan langkah-langkah penghematan listrik di kota-kota besar lainnya termasuk Beijing dan Chongqing.
Namun, kekurangan listrik tampaknya sebagian besar musiman, dan dapat membaik dengan berlalunya musim panas.
Lebih lanjut, dari sisi internal keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus 2022 sebagai langkah yang tepat dan dilakukan forward guidance untuk mengelola ekspektasi inflasi.
"Inflasi ditingkat produsen sudah jauh lebih tinggi dibanding di tingkat konsumen. Ini merupakan pilihan yang tepat ketimbang BI menunggu inflasi naik dulu baru menaikkan bunga. Bila terlambat maka bunga harus dinaikkan secara tajam untuk mengejar ketertinggalan dan membuat dampaknya pada ekonomi lebih berat," ujar Ibrahim, Rabu (24/8).
Kemudian, pertumbuhan ekonomi yang mulai solid tercermin dari pertumbuhan ekonomi kuartal kedua 2022 sebesar 5,44 persen ( YoY), atau lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.
Nilai tukar rupiah pada perdagangan hari ini ditutup melemah 10 point dilevel Rp 14.848 dari penutupan sebelumnya Rp 14.837.
- Alhamdulillah, Anggaran Kredit Investasi Padat Karya Mencapai Rp 20 Triliun
- Kabar Baik, Target KUR 2025 Naik jadi Rp 300 Triliun
- Banggar DPR RI Minta Pemerintah Menyiapkan 9 Langkah Setelah PPN 12 Persen Berlaku
- PT Akulaku Finance Indonesia Capai Kesepakatan Rp 600 Miliar dengan 3 Bank
- Hingga Kuartal III 2024, Pembiayaan Keuangan Berkelanjutan BSI Tembus Rp 62,5 Triliun
- Pengamat: Masyarakat Nantikan Tata Kelola Tambang yang Berpihak, Bukan Janji Manis