Rupiah Masih Perkasa, BI Malah Makin Waspada
Bagi Indonesia yang nilai impornya lebih besar daripada ekspor, penguatan kurs yang berlebihan justru merugikan.
”Lain halnya dengan Singapura, Malaysia, atau Filipina yang kondisinya sudah surplus,’’ imbuhnya.
Pada 2013, defisit neraca perdagangan Indonesia mencapai USD 31 miliar, lantas turun pada 2015 menjadi USD 18 miliar dan kembali melonjak ke USD 21 miliar pada sembilan bulan tahun ini.
Indikator kesehatan ekonomi sebuah negara terlihat dari tiga faktor. Yakni, kondisi moneter, fiskal, dan pergerakan sektor riil.
Kondisi moneter sangat dipengaruhi sentimen ekonomi global, terutama negara-negara mitra ekspor utama.
Saat ini kondisi ekonomi global belum sesuai ekspektasi. Mirza mencontohkan, pertumbuhan ekonomi Tiongkok terpangkas dari 10–12 persen per tahun menjadi 6,3–6,5 persen.
Lantaran perekonomian di Tiongkok melambat, ekspor komoditas Indonesia ke negara tersebut ikut terpukul.
Padahal, sebanyak 30 persen produk ekspor Indonesia merupakan komoditas. Terutama batu bara, karet, dan minyak sawit.
JAKARTA – Rupiah masih perkasa dalam beberapa waktu terakhir. Nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (USD).
- Sertifikasi Halal Lindungi UMK dari Serbuan Produk Luar Negeri
- Kebijakan Perdagangan Karbon Indonesia di COP 29 Dinilai Bermasalah
- Bea Cukai Parepare Musnahkan Barang Ilegal Senilai Lebih Rp 2,25 Miliar, Terbanyak Rokok
- Anindya Bakrie: Kita Harus Dorong Investasi Asing yang Ciptakan Lapangan Kerja
- AS Optimistis Kembangkan Kerja Sama Ekonomi dengan Pemerintahan Baru
- Tali Qrope dan Selang Spring Hose Jadi Sorotan di INAMARINE 2024