Rupiah Terjepit di Tengah Pertarungan Empat Gajah
jpnn.com - JAKARTA - Para spekulan di pasar keuangan yang terus memanfaatkan situasi uncertainty atau ketidakpastian akibat langkah Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang mengulur-ulur kenaikan suku bunga.
Pakar Keuangan Yanuar Rizki mengatakan, para pelaku pasar uang yang beroperasi di Indonesia sebenarnya sudah punya ekspektasi jika The Fed menaikkan suku bunga, maka Bank Indonesia (BI) akan ikut mengerek bunga BI Rate, sehingga mereka bisa mendapat keuntungan lebih tinggi dari pendapatan bunga pada instrumen investasi di Indonesia.
Tapi, skenario itu tidak menjadi kenyataan. "Para investor itu akhirnya cari untung di pasar uang melalui selisih nilai tukar, sehingga rupiah bergejolak dalam tiga hari terakhir," ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (23/9).
Dalam beberapa hari terakhir, rupiah memang kian tenggelam disapu gelombang penguatan dolar AS (USD), hingga terus mencatat rekor posisi terlemah sejak era krisis moneter 1998. Berdasar data Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor) yang dirilis BI kemarin, rupiah sudah mencapai level terendah baru di 14.623 per USD, melemah 37 poin dibanding penutupan sehari sebelumnya.
Di pasar spot, rupiah bahkan sudah terhempas lebih jauh. Berdasar data Bloomberg, rupiah terus tertekan sepanjang sesi perdagangan hingga menyentuh rekor terendah 14.730 per USD, sebelum akhirnya rebound atau menguat di akhir sesi perdagangan dan ditutup di level 16.646, melemah 95 poin atau 0,65 persen dibanding penutupan hari sebelumnya.
Kemarin, greenback alias dolar AS memang terlihat sangat perkasa. Dari 13 mata uang utama di kawasan Asia Pasifik, 10 diantaranya berhasil ditekuk greenback. Bahkan, rupiah yang melemah 0,65 persen dalam satu hari pun masih terbilang lumayan karena ada dua mata uang lain yang melemah lebih parah yakni, won Korea yang tersungkur hingga 1,02 persen serta ringgit Malaysia yang melemah tajam 0,91 persen.
Berikutnya dolar Taiwan 0,63 persen, dolar Singapura 0,55 persen, peso Filipina 0,30 persen, baht Thailand 0,21 persen, rupee India 0,16 persen, yuan Tiongkok 0,12 persen, serta yen Jepang 0,09 persen. Sementara itu, tiga mata uang berhasil menguat terhadap dolar AS, yakni dolar Australia, dolar New Zealand,  dan dolar Hongkong.
Menurut Yanuar, kondisi semacam ini tidak akan selesai dalam waktu singkat. Dia menyebut, ketika The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga karena realisasi inflasi hanya 1,7 persen atau masih di bawah proyeksi 2,0 persen, maka bank sentral yang dipimpin Janet Yellen itu seakan mengarahkan moncong senjata ke Bank Sentral Tiongkok.
JAKARTA - Para spekulan di pasar keuangan yang terus memanfaatkan situasi uncertainty atau ketidakpastian akibat langkah Bank Sentral Amerika Serikat
- Pertamina Dorong Kolaborasi Nasional dan Global Turunkan Emisi Metana di Indonesia
- Pertamina Paparkan Keunggulan Desa Energi Berdikari di COP 29 Azerbaijan
- Pemerintah Terus Mendorong KUR yang Hampir 10 Tahun Berjalan untuk Usaha Produktif
- Program Disabilitas Tanpa Batas Bikin PNM Berjaya di BBMA 2024
- INDEF Menyoroti Rencana Kenaikan PPN & Makan Bergizi Gratis, Mengkhawatirkan
- BTN Luncurkan Debit Card BTN Prospera