RUU Ciptaker, Status Karyawan Diatur Lewat Peraturan Pemerintah

RUU Ciptaker, Status Karyawan Diatur Lewat Peraturan Pemerintah
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) dan Front Perjuangan Rakyat (FPR) menggelar aksi menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di depan Gedung DPR, Jakarta. Foto: Aristo/jpnn

b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja

c. Selesainya suatu pekerjaan tertentu

d. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

e. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Ayat 2 menyatakan perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah. Sementara, Ayat 3 menyebutkan bahwa dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.

Ayat 4 menyatakan dalam hal pengusaha orang perseorangan meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh. Pada Ayat 5 disebutkan dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Di antara Pasal 61 dan 62 disisipkan satu pasal yakni Pasal 61A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Ayat 1, dalam  hal perjanjian kerja waktu tertentu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 Ayat 1 huruf b dan huruf c, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja/buruh.

RUU Ciptaker sempat diisukan mengatur perusahaan tidak akan mengangkat karyawan yang sudah habis masa kontraknya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News