RUU DIY Tempatkan Sultan Sebagai Simbol Politik

Tetap Diberi Hak Memveto Perda

RUU DIY Tempatkan Sultan Sebagai Simbol Politik
RUU DIY Tempatkan Sultan Sebagai Simbol Politik
Parardhya memiliki peran strategis terbatas di bidang kebudayaan, pertanahan, pemerintahan dan politik, sekaligus penataan ruang. Contohnya, perda istimewa yang telah disetujui bersama DPRD Provinsi Jogja dan gubernur tetap harus mendapat persetujuan dari Parardhya. Begitu juga terhadap bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, rencana pinjaman daerah, dan penerbitan obligasi. Tegasnya, Parardhya memiliki hak veto untuk menolak atau membatalkannya.

Mangindaan menyampaikan, pembahasan RUU Keistimewaan Jogjakarta tidak mungkin tuntas sebelum 9 Oktober. Karena itu, sebaiknya masa jabatan Sri Sultan HB X dan Paku Alam IX diperpanjang sampai tuntasnya pembahasan RUU tersebut. ''Kami akan mendorong Mendagri Mardiyanto agar berkoordinasi dengan Presiden SBY untuk membuat payung hukum perpanjangan masa jabatan itu,'' katanya.

Sebaliknya, Ketua DPRD Provinsi Jogja Djuwarto meminta Sri Sultan HB X dan Paku Alam IX segera diangkat dan ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur Jogja periode 2008-2013. Menurut dia, itu sudah menjadi sikap resmi DPRD Jogja yang tertuang dalam surat keputusan No 28/K/DPRD/2008 tertanggal 30 Juni 2008.

''Setelah itu, pemerintah pusat dan DPR dapat mulai membahas RUU�Keistimewaan Jogjakarta untuk menegaskan hak-hak istimewa Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pura Pakualaman serta kedudukan Sri Sultan HB X dan Paku Alam IX dalam tata pemerintahan DIJ. Dengan demikian, tidak timbul berbagai penafsiran,'' tegasnya.

JAKARTA - Meski pada 9 Oktober mendatang, masa jabatan Gubernur Jogjakarta Sri Sultan HB X beserta wakilnya, Paku Alam IX, berakhir, Komisi II DPR

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News