RUU EBT Dikhawatirkan Lebih Berpihak Kepada Importir
RUU EBT yang mengharuskan PLN membeli seluruh listrik EBT dari penyedia daya swasta atau IPP juga bisa memberatkan. Sekarang, PLN tengah mengalami kelebihan pasokan daya karena banyak pembangkit IPP masuk dan konsumsi listrik turun di tengah pandemi.
“RUU EBT tidak tepat dan cenderung memberatkan PLN karena kondisi saat ini listrik sudah berlimpah seperti saat ini. Apalagi, listrik yang dihasilkan oleh EBT ini harganya masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan listrik yang dihasilkan oleh batu bara. Ini akan menjadi permasalahan tersendiri baik bagi Pemerintah maupun bagi masyarakat,” ujarnya.
Bagi pemerintah, jika memang tidak ada kenaikan tarif maka harus menanggung biaya kompensasi yang harus di bayarkan kepada PLN. Di sisi lain, jika dinaikan maka akan menjadi beban bagi masyarakat terutama 75 persen bagi pengguna golongan non-subsidi.
"PLN akan berhitung secara keseluruhan untuk setiap BPP mereka. Jadi saya kira, mumpung masih dalam tahap pembahasan para anggota DPR dan juga Kementerian ESDM harus memikirkan dampak yang dihasilkan jika ketentuan ini jadi diterapkan. Akan sangat memberatkan banyak pihak," ucapnya.
Dirinya menambahkan hal ini memberatkan PLN ke depannya ditengah kondisi oversupply karena proyek 35GW serta konsumsi listrik yang rendah dan tidak sesuai dengan apa yang direncanakan oleh pemerintah saat program 35GW ini di canangkan.
"Tingkat pertumbuhan ekonomi yang juga masih jauh daripada target yang diharapkan serta pertumbuhan konsumsi listrik yang masih cukup rendah menjadi beban yang luar biasa bagi keuangan PLN. Oversupply saat ini saja sudah mencapai angka 23 persen dengan cadangan listrik saat ini sudah di atas 35 persen di mana idealnya adalah 30 persen. Oleh karena, apa yang ada dalam draft RUU tersebut menjadi tidak tepat dan cenderung memberatkan PLN karena kondisi saat ini listrik sudah berlimpah seperti saat ini," kata dia.
Dia juga berharap ada dukungan untuk program Co-Firing PLTU. Inisiatif itu mengombinasikan kebutuhan penggunaan energi ramah lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Bahan bakar co-firing berasal dari kayu yang disediakan masyarakat dan BUMN.
“Co-firing juga merupakan upaya kita untuk mengurangi penggunaan batu bara sebagai energi primer. Melalui perkebunan kayu ganal dan kaliandra yang melibatkan banyak masyarakat akan sangat membantu perekonomian mereka. Program perkebunan ini saya harap di dukung oleh Perhutani ataupun PTPN yang mempunyai lahan kosong untuk dioptimalisasikan. Semakin banyak perkebunan yang dibuka, maka akan semakin banyak tenaga kerja yang di serap dan bisa membantu perekonomian mereka. Ini jauh lebih baik dan kerakyatan jika dibandingkan program bauran energi yang lain,” tuturnya. (dkk/jpnn)
Aneka aturan dan rancangan aturan soal energi baru juga dikhawatirkan malah meningkatkan harga listrik.
Redaktur & Reporter : Muhammad Amjad
- Dirut Pertamina Kunjungi Desa Energi Berdikari Uma Palak Lestari di Denpasar Utara Bali
- Kenalkan Model Bisnis Baru, Grup SUN Perkukuh Perusahaan Pengembang PLTS Nomor Satu
- Petani Kopi di Ulubelu Lampung Cuan Jutaan Rupiah Lewat Pemanfaatan Energi Matahari
- Bertambah Lagi, Desa Energi Berdikari Pertamina Hadir di Indramayu
- Electricity Connect 2024 Siap Jadi Sarana Solusi Inovatif untuk Tantangan Transisi Energi Bersih
- Survei Schneider Electric: 71 Persen Pemimpin Bisnis Memprioritaskan Keberlanjutan