RUU Larangan Minol, Azis Syamsuddin Singgung Omnibus Law dan Pendapatan Rp 5 Triliun
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengatakan pembahasan Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol atau RUU Minol harus mempertimbangkan ketentuan di UU Omnibus Law tentang Cipta Kerja (Ciptaker).
Hal ini menurutnya penting karena ada beleid yang berkaitan erat dengan minuman beralkohol, salah satunya mengenai penanaman modal.
Azis menjelaskan bahwa Paragraf 2 Penanaman Modal di UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Ciptaker telah mengubah ketentuan UU Nomor 25/2007 tentang Penanaman Modal.
Pada Pasal 12 Ayat 1 UU Ciptaker disebutkan bahwa semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal atau kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat.
Berikutnya di Pasal 2 UU Ciptaker mengatur bahwa ketentuan dalam UU ini berlaku dan menjadi acuan utama bagi penanaman modal di semua sektor di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Dengan demikian undang-undang yang berlaku setelahnya harus mengacu pada ketentuan ini (UU Ciptaker-red), termasuk RUU Minol yang salah satu ketentuan dalam rancangannya melarang untuk memproduksi minuman beralkohol," Kata Azis.
Legislator Partai Golkar ini juga mengingatkan bahwa dalam aspek perdagangan, pendapatan negara dari minuman beralkohol ini terbilang tinggi yakni sekitar Rp 5 triliun setiap tahun.
"Terlebih lagi, bila kami mempertimbangkan nasib para tenaga kerja di bidang tersebut yang akan berdampak dengan adanya RUU Minol," ucap Azis.
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin meminta pembahasan RUU Larangan Minol tetap mengacu UU Cipta Kerja.
- Restitusi Berduit
- Temui Pj Gubernur, Aliansi Buruh Menyuarakan UMP Aceh 2025 Naik jadi Rp 4 juta Per Bulan
- Erick Dinilai Tak Mampu Implementasikan UU Cipta Kerja
- Satgas UU Cipta Kerja Gelar FGD Bahas Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
- Satgas UU Cipta Kerja Apresiasi Perempuan Pemilik Usaha Mikro
- Garap Buku UU Cipta Kerja, Satgas Serap Masukan Akademisi, Praktisi hingga Jurnalis