RUU Omnibus Law Mempermudah Jalannya Program Pemerintah

RUU Omnibus Law Mempermudah Jalannya Program Pemerintah
Diskusi RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Seri 7 di Sekretariat IKA UNDIP. Foto: Ist for JPNN

“Tantangan utama adalah lahan. Terdapat ketidakharmonisan antara UU penataan ruang, UU Pokok-Pokok Agraria, UU Kehutanan dan UU Sektor lainnya,” jelasnya.

“Di satu sisi kita sudah diskusi dengan masyarakat setempat, negosiasi, ternyata mereka tidak bisa diganti rugi. Karena yang ditinggali masyarakat tercatat sebagai kawasan hutan. Kami kan tidak bisa membatalkan begitu saja, karena peraturan undang-undang kami tidak boleh bayar ganti rugi karena status tanah tersebut,” tambahnya.

Zainal mengatakan, persoalan tersebut kerap membuat pembangunan infrastruktur terhambat.

Misalnya pembangunan Waduk Jati Gede yang telah dimulai sejak tahun 60-an, tetapi baru rampung tahun kemarin.

“Kami memastikan bahwa pemerintah memberikan jaminan bahwa sepanjang lahan untuk kepentingan umum, perijinan yang terkait juga diberikan,” pungkasnya.

Di kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Hukum UGM Maria S.W. Sumardjono menilai pembangunan infrastruktur memang mendorong pembangunan. Tetapi hal tersebut berdampak pada alih fungsi lahan.

“Industri sekitarnya pada bikin pabrik, sekitar infrastruktur itu,” jelasnya.

Terkait pembuatan RUU ini, hendaknya pemerintah berpijak pada Undang-undang yang sudah ada.

RUU Omnibus Law di bidang pengendalian lahan dan kemudahan proyek pemerintah ini sangat diperlukan oleh Kementerian PUPR.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News