RUU Pengairan Dinilai Merugikan Pengusaha

RUU Pengairan Dinilai Merugikan Pengusaha
Ilustrasi pekerja industri. Foto: Rakyat Kalbar/JPNN

Kewajiban menyisihkan laba bersih sepuluh persen untuk konservasi dinilai memberatkan karena industri selama ini juga telah membayar pajak atas keuntungan usaha kepada pemerintah.

Dia menilai, industri seharusnya tak perlu dibebani lagi oleh pungutan negara.

’’Ini, kan, namanya pajak di atas pajak,’’ ujar Rachmat.

Menurut dia, sektor usaha air minum dalam kemasan (AMDK) telah memberi kontribusi yang cukup besar di industri nasional.

’’Masuk sejak 1973, saat ini yang tercatat ada 900 lebih perusahaan. Tiap perusahaan bisa punya lebih dari satu merek. Jadi, total ada sekitar 2.000 merek yang berkontribusi,’’ tegas Rachmat.

Selain itu, industri AMDK mengundang multiplayer effect dengan banyak industri pendukung yang terlibat, mulai supplier, industri kemasan, sampai distribusi logistik.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan, pada dasarnya, pelaku usaha mendukung jika pemerintah melakukan revisi UU untuk memperbarui aturan yang ada.

Apalagi, UU Pengairan yang dimaksud belum pernah direvisi selama 44 tahun. Hanya ada sedikit perubahan pada 2015, tetapi tidak menyeluruh.

Sejumlah regulasi dalam RUU Sumber Daya Air (SDA) sebagai revisi UU Pengairan Tahun 1974 mendapat respons negatif dari para pelaku usaha.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News