RUU TNI Dinilai Masih Mengandung Pasal Bermasalah, Berpotensi Memunculkan Dwifungsi

RUU TNI Dinilai Masih Mengandung Pasal Bermasalah, Berpotensi Memunculkan Dwifungsi
Soal revisi UU TNI. Foto : Ricardo

Pertama, perluasan di jabatan sipil yang menambah Kejaksaan Agung dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak tepat, dan ini jelas merupakan bentuk dwifungsi TNI. 

"Untuk di kantor Kejaksaan Agung, penempatan ini tidaklah tepat karena fungsi TNI sejatinya sebagai alat pertahanan negara, sementara Kejaksaan fungsinya sebagai aparat penegak hukum," lanjutnya.

Mereka menjelaskan walau saat ini sudah ada Jampidmil di Kejaksaan Agung, tetapi perwira TNI aktif yang menjabat di Kejaksaan Agung itu semestinya harus mengundurkan diri terlebih dahulu.

Sejak awal dibentuknya Jampidmil, Koalisi Masyarakat Sipil sudah mengkritisi hal itu di Kejaksaan Agung yang sejatinya tidak diperlukan. 

"Jampidmil hanya menangani perkara koneksitas, harusnya tidak perlu dipermanenkan jadi sebuah jabatan. Untuk kepentingan koneksitas sebenarnya bisa dilakukan secara kasuistik dengan membentuk tim ad hoc gabungan tim Kejaksaan Agung dan oditur militer," tegas mereka.

Koalisi juga menilai peradilan koneksitas selama ini juga bermasalah, karena seringkali menjadi sarana impunitas. 

Mereka menyatakan peradilan koneksitas seharusnya dihapus, karena jika militer atau sipil terlibat tindak pidana umum langsung tunduk dalam peradilan umum sehingga tidak perlu koneksitas. 

"Dengan demikian penambahan jabatan sipil di Kejagung sebagaimana dimaksud dalam RUU TNI tidak tepat, termasuk keberadaan Jampidmil," tegasnya.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai revisi UU TNI masih mengandung pasal-pasal bermasalah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News